Quote




Be thankful for what you have; you'll end up having more. If you concentrate on what you don't have, you will never, ever have enough.

~ Oprah Winfrey

Sabtu, 23 Agustus 2008

Lihat Saya Lebih Dalam


Teman-teman seperjuangan di Fakultas Kedokteran mungkin hanya mengenal saya sebagai asisten dosen Patologi Klinik yang kutu buku dan mahasiswa yang lulus dengan predikat cum laude. Teman dari Fakultas Hukum mungkin menilai saya sebagai orang stres yang sukanya main bilyard hingga dinihari. Teman dari FKIP bisa saja hanya mengenal saya sebagai orang yang sangat tertarik dengan bidang seni, sampai-sampai sebegitu rajinnya datang ke teater untuk menyaksikan drama, menonton konser jazz di jalanan, menggemari pameran lukisan, dan sangat khidmat bila sedang menyimak konser akustik.

Teman dari Arsitektur mungkin mengira saya orang yang gemar berpetualang, karena hampir tiap semester saya bersama dirinya naik gunung. Dan bahkan, mantan pacar saya yang saya pacari selama tiga tahun pun mungkin hanya mengenal saya sebagai orang yang sangat tertarik di bidang pornografi dan gemar melirik wanita-wanita cantik ber-rok mini. Hanya Tuhan yang benar-benar tahu, siapa saya secara keseluruhan.

Kawan, saya dibesarkan oleh seorang ayah yang workaholic dan penganut paham otak kiri serta ibu yang santai bukan main, sama sekali tidak paham komputer dan penganut paham otak kanan tulen. Orang tua saya terkadang sangat tidak kompak. Waktu pemilihan Presiden dulu ayah nyoblos SBY, tapi ibu nyoblos Wiranto. Ayah sholat Idul Fitri pada hari Sabtu, sementara pada hari yang sama ibu masih puasa Ramadhan. Secara tidak sadar, mereka telah menerapkan semboyan Prancis dalam bingkai keluarga mereka: liberte, egalite, fraternite – kebebasan, persamaan dan persaudaraan. Beruntung juga punya dua orang tua yang sangat kontras dalam mendidik anak. Saya jadi bisa melihat dunia ini berwarna-warni.

Waktu saya kos di Solo pun saya memilih untuk tidak berkumpul dengan teman-teman dari Fakultas Kedokteran. Tempat kos saya dulu dihuni oleh mahasiswa warna-warni dari segala macam jurusan, dan saya sangat betah dengan kondisi semacam itu. Saya tidak bisa membayangkan, betapa jenuhnya bila saya kos dengan mahasiswa dari fakultas yang sama.

Bayangkan saja bila di kampus bertemu dengan teman yang berbicara masalah kuman Gram negatif, di kos berdebat masalah nucleus caudatus dan di warung berdiskusi perihal domperidon sembari makan. Ah, bukankah itu sangat membosankan?

Yang saya inginkan adalah: pagi membicarakan Steven Johnson syndrom, siang berdebat soal novel Nausea karya Sartre, malam bertepuk tangan menyaksikan atraksi ballet dan dini hari bermain nine ball di lokasi bilyard murahan. Menyenangkan bukan?

Maman yang kejawen, Suharli Abdurrahman yang menggandrungi Hasan Al Banna, Nugie yang flamboyan, Syarif yang maniak motoGP, Bayu yang atletis, Aris yang gemar chatting, Yudha yang piawai sepakbola, Dhandung si gitaris spesialis Metallica, Hilman penggemar Milan sejati dan Faisal yang suka biola adalah mahasiswa non kedokteran yang turut mempengaruhi jalan pikiran saya hingga sekarang.

Saat kuliah dulu, saya termasuk orang yang agak ‘aneh’ barangkali. Saya pernah mencoba membuat tren yang lumayan nyentrik: menjadi mahasiswa kedokteran berambut gondrong. Sampai-sampai saya membuat polling tentang hal ini dan mempublikasikannya dalam majalah kampus. Rambut saya dulu memang sedikit gondrong, kemudian saya beri highlight kemerahan. Itu semua bila dipadukan dengan kulit saya yang gelap benar-benar menbuat saya kelihatan udik, norak, tak tahu modenya anak kedokteran dan sangat pantas dijuluki Gondes: Gondrong nDeso.

Dan ketika saya melakukan wawancara dengan seorang dosen perihal anak kedokteran yang berambut gondrong ini, beliau berpendapat: “something wrong with this kid – ada yang salah dengan anak ini”.

Bukannya saya ingin merubah budaya kedokteran yang formal dan santun menjadi ugal-ugalan dan norak. Saat itu, saya hanya ingin kuliah di kedokteran bisa dijalani dengan cara yang ‘sedikit’ bervariasi. Saya menginginkan sesuatu yang beda.

6 komentar:

Dony Alfan mengatakan...

Menjadi dokter tidak harus menenggelamkan jiwa rock n roll kan?!
Saya kenal seorang dokter muda, dia perokok, suka minum bir, suka main perempuan, suka dugem. Saya tanya ke dia, "Kamu dokter apa bajingan?" Hehe.
Biarpun begitu, sebagai dokter dia tetap profesional

piyek mengatakan...

SETUJU!!! Hidup ini terlalu singkat untuk dijalani secara monoton. Waktu kuliah aku juga paling males kalo mesti ngumpul2 bareng anak2 satu jurusan. Nanti ngomongnya itu2 aja. Puyengnya cukup di kelas aja. Nanti lama2 bisa botak. Hehehe...

mLengse mengatakan...

Ah..
aku sak kos cah kedokteran kabeh. Semua juga gak ada tu yang ngomongin kedokteran..
Becanda aja ni si Bos...
hehehe..

Anonim mengatakan...

wah saya juga harus lulus walau dengan predikat cuemelut (baca: kemelud) hehe

Astri mengatakan...

salah satu teman kosmu jadi temanku juga :D

aphied mengatakan...

saya melihat anda sbg:
dokter yg juga seorang blogger..haha..
*kabuuuur ah....*

Recent Comments