Quote




Be thankful for what you have; you'll end up having more. If you concentrate on what you don't have, you will never, ever have enough.

~ Oprah Winfrey

Tampilkan postingan dengan label Kuliner. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kuliner. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 Oktober 2010

Rawon Setan


Ada beberapa warung yang menjual nasi rawon di Surabaya, tapi belum lengkap rasanya bila belum mampir di Rawon Setan. Lokasinya dekat dengan Tunjungan Plaza, tepatnya di depan Hotel JW Marriott Surabaya.

Beberapa artis ibukota pernah mampir di warung ini. Foto-foto mereka terpampang jelas di dinding warung ini. Yang dipigura paling mencolok yaitu foto Jusuf Kalla saat berkunjung ke warung ini tahun 2009. Hal ini tentu memberikan sebuah imej bahwa warung ini memang istimewa.

Padahal,untuk masalah rasa, sebenarnya biasa saja. Malah menurutku tidak lebih enak dari Rawon Pak Pangat yang juga ada di Surabaya. Perbedaan antara keduanya terletak pada penyajian dagingnya. Rawon Setan menyajikan daging dalam bentuk irisan besar yang empuk sementara Rawon Pak Pangat menyajikan daging dalam bentuk suwiran.

Dari sini bisa ditarik sebuah pelajaran mengenai sebuah teknik pemasaran, yaitu dengan memajang foto-foto orang terkenal yang sudah pernah berkunjung bisa meningkatkan imej dari tempat usaha kita. Hal ini mungkin bisa kuterapkan di tempat praktekku. Sayangnya, orang yang cukup terkenal yang berobat ke tempat praktekku sampai saat ini baru mantan ketua RT.

Rabu, 13 Oktober 2010

Bebek Mercoon


Keringat bercucuran dari wajahku, meskipun siang itu tak terlalu panas. Mataku mengeluarkan air mata tak henti-henti. Ingusku berulangkali kulap dengan tisu. Garang benar pedasnya bebek goreng yang menjadi menuku siang itu, sesuai dengan namanya, Bebek Mercoon. Sampai-sampai, nasi tambahan kupesan untuk menetralisir pedasnya bebek ini. Tapi nyatanya belum cukup. Segelas es jeruk dan segelas es teh pun tandas.

Aku sampai tak ingat lagi rasanya bebek, karena tertutup oleh pedasnya cabe.

"Tapi masih lebih pedas ayam betutu", kata istriku. Ayam betutu adalah masakan Bali yang konon tak kalah pedas.

Kalau diperhatikan dengan seksama, ada biji cabe yang bertaburan di atas sajian bebek tersebut. Bisa jadi itu semacam warning dari pemilik warung: siapkan lidahmu sebelum mencoba masakan ini. Analisisku, porsi daging bebek dan porsi cabe saat memasak bebek itu mungkin sama banyaknya. Umpamanya 1 kg bebek dimasak bersama 1 kg cabe. Dan bisa jadi masih ditambah lagi dengan 1 kg merica.

Lalu disajikan dalam kondisi panas, dan setting warungnya didominasi oleh warna merah. Lengkap sudah, Red-Hot-Chili-Peppers, macam grup musik rock asal negeri Paman Sam.

Bebek Mercoon bisa dijumpai di Jalan Kayoon Surabaya. Harga per porsi 12 ribu rupiah, dan konon warung ini buka 24 jam sehari.

Rabu, 01 September 2010

Sahur bersama Gudeg Ceker Margoyudan

Di Terminal Bus Tirtonadi, waktu menunjukkan jam 2 pagi, istriku baru saja turun dari bus yang mengantarnya dari Surabaya. Sudah kucegah sebenarnya, supaya jangan pergi malam-malam. Apa daya, istri nekat saja. Karena bulan puasa, dan kebetulan istri sedang tidak berhalangan, maka kami berinisiatif membeli nasi untuk sahur.

Warung yang masih buka saat itu, yang kutahu, salah satunya adalah Gudeg Ceker Margoyudan. Lokasinya dari Terminal Bus Tirtonadi tak terlalu jauh, tepatnya di Jalan Wolter Monginsidi, atau kalau dari Stasiun Balapan sekitar 1 km menuju ke arah Panggung, di kiri jalan. Konon kabarnya, warung ini tiap harinya buka jam 01.30, pun di luar bulan puasa.

Dari kejauhan sudah tampak ramainya. Dalam warung yang dilingkupi terpal itu nampak seorang ibu tua dikerumuni oleh beberapa pembeli yang nampak tidak sabaran. Ada yang minta dibungkus, tapi banyak juga yang langsung makan di tempat. Ibu tua itu, adalah sang peramu gudeg, yang kalau tidak salah bernama Bu Kasno. Tangannya dengan lincah mengambil gudeg dan mencomot ceker sesuka hati. Wajahnya acuh saja, tak peduli dengan pelanggannya yang minta dilayani lebih dulu. Ceker-ceker itu diambil langsung dengan tangan kosong, tanpa alat bantu. Barangkali sentuhan dari Bu Kasno itulah, selain dari takaran gudeg dan nasi yang terukur tentu saja, yang menjadikan gudeg ini nikmat tak terperi.

Aku sendiri memesan empat bungkus, dua untukku dan dua lagi untuk istriku. Sebungkus rasanya belum cukup untuk mengganjal perut rakus ini. Dilihat dari cara Bu Kasno melayani pembeli, tampaknya ia mempunyai seorang ‘tangan kanan’, yang berada di sebelah kirinya. Belakangan aku tahu namanya Aris. Tugas Aris adalah menjadi jubir sekaligus kasir. Jadi, bila ingin cepat dilayani, dekatilah Aris ini.

Gudeg Ceker ini beda dengan gudeg yang kutemui di Malioboro Jogja. Kalau Gudeg Jogja, lauknya irisan telur rebus dan suwiran daging ayam saja, tanpa cakar ayam. Cakar ayam olahan Bu Kasno ini sangat lunak, sehingga tinggal menyesap saja sudah terpisah antara kulit dan tulangnya. Di sinilah sensasi yang dicari pembeli hingga rela mengantri. Belum lagi bila ditambah dengan nikmatnya gudeg. Hanamasa rasanya tinggal kenangan.

Recent Comments