Reaksi Transfusi Panas
Reaksi ini disebabkan lekosit donor/ leukoaglutinin resipien. Sering terjadi pada penderita yang mendapat transfusi berulang dan wanita multipara. Gejala timbul dalam waktu 1/2 sampai 3 jam setelah transfusi dimulai berupa demam, suhu meningkat > 1 derajat Celcius, nadi cepat, tekanan darah normal. Suhu turun lagi 2-12 jam setelah transfusi selesai.
Pengelolaannya antara lain: (1) segera hentikan transfusi dan diganti infus NaCl 0,9%, (2) antipiretika, (3) 3etelah demam mereda dan terbukti bukan reaksi hemolitik atau reaksi septik, darah tersebut dapat dilanjutkan. Jika ragu, transfusi dilanjutkan dengan unit darah yang lain.
Reaksi Transfusi Alergi
Reaksi yang ringan berupa urticaria, adanya bintil atau bercak yang menyembul pada kulit berwarna kemerahan serta rasa gatal. Dapat disertai bronchospasme (wheezing) dan sesak napas.
Pengelolaannya antara lain: (1) transfusi dihentikan dan diganti infus NaCl 0,9%, (2) antihistamin (im atau iv).
Reaksi Anafilaktik
Gejala yang menonjol adalah shock (circulatory collapse) dan bronchospasme/ laryngospasme.
Pengelolaannya antara lain: (1) Tinggikan kedua tungkai untuk memperbaiki venous return, (2) Hentikan tranfusi dan diganti infus NaCl 0,9%, (3) Adrenalin 0,1-0,2 mg iv diulang tiap 5-15 menit sampai sirkulasi membaik. Mungkin perlu dilanjutkan dopamin drip, (4) Berikan antihistamin (I'm atau iv), (5) Steroid (hidrokortison 100 mg iv, deksametason 4-5 mg iv), (6) Aminofilin 5 mg/ kgBB setelah tekanan darah membaik, (7) Oksigen, (8) Jika terjadi cardiac arrest nadi arteria carotis tidak teraba segera lakukan resusitasi jantung paru (CPR).
Reaksi Transfusi Hemolitik
Berupa hemolisis akut intravaskuler karena inkompabilitas ABO. Gejala yang timbul antara lain: (1) panas, mual, muntah dan nyeri pinggang, (2) shock (tekanan darah menurun, nadi naik), gagal ginjal (oliguria, anuria), (3) perdarahan dari bekas suntikan atau luka operasi (Disseminated Intra Vascular Coagulation). Sedangkan tanda yang muncul antara lain: (1) hemoglobinemia (Hb plasma naik) dan bilirubin serum naik, (2) hemoglobinuria (urin berwarna merah coklat sampai hitam) dan urobilinogen urin positif.
Pengelolaannya antara lain: (1) hentikan transfusi segera dan diganti infus NaCl 0,9%, (2) atasi shock dengan dopamin drip intravena 5-10 mcg/kgBB per menit sampai tekanan darah sistolik > 100 mmHg dan perfusi jari-jari tangan hangat. Mungkin diperlukan tambahan cairan Ringer Laktat 500-1000 cc dalam 1-2 jam, (3) bila urin < 1 cc/kgBB per jam, berikan furosemid 1-2 mg per kgBB untuk mempertahankan urin > 100 cc/jam, (4) atasi demam dengan antipiretika.
Reaksi Transfusi Septik
Gejala klinis segera timbul meskipun transfusi baru masuk 50 cc: (1) menggigil, (2) tekanan darah menurun dan shock berat, (3) mual, muntah, nyeri seluruh tubuh, (4) sering diikuti DIC pada tahap berikutnya. Diagnosis pasti dari biakan darah penderita dan sisa darah dalam kantung yang positif, dengan jenis kuman sama.
Pengelolaan: (1) hentikan transfusi segera dan diganti dengan infus NaCl 0,9%, (2) shock diatasi dengan dopamin drip dan tambahan cairan, (3) antibiotika spektrum luas dan dosis tinggi, (4) corticosteroid perlu dipertimbangkan.
Quote
Be thankful for what you have; you'll end up having more. If you concentrate on what you don't have, you will never, ever have enough.
~ Oprah Winfrey
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Selasa, 31 Juli 2012
Sabtu, 07 Juli 2012
Uretra
Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior.
Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik. Aktivitas sfingter uretra eksterna ini dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang.
Uretra anterior terdiri atas: (1) pars bulbosa, (2) pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna. Uretra posterior pada pria terdiri atas: (1) pars prostatika, yakni bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan (2) pars membranasea.
Uretrografi adalah pencitraan uretra dengan memakai bahan kontras. Bahan kontras dimasukkan langsung melalui meatus uretra eksterna melalui klem Broadny yang dijepitkan pada glans penis. Gambaran yang mungkin terjadi pada uretrogram adalah: (1) jika terdapat striktura uretra akan tampak adanya penyempitan atau hambatan kontras pada uretra, (2) trauma uretra tampak sebagai ekstravasasi kontras ke luar dinding uretra, atau (3) tumor uretra atau batu non opak pada uretra tampak sebagai filling defect pada uretra.
Pada uretrogram, uretra pars membranasea terletak setinggi garis khayal yang menghubungkan kedua tepi superior dari ramus inferior ossis pubis. Lebih superior lagi dari pars membranasea, kontras normalnya akan memberikan gambaran seperti ekor tikus (mouse tail appearance).
Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik. Aktivitas sfingter uretra eksterna ini dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang.
Uretra anterior terdiri atas: (1) pars bulbosa, (2) pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna. Uretra posterior pada pria terdiri atas: (1) pars prostatika, yakni bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan (2) pars membranasea.
Uretrografi adalah pencitraan uretra dengan memakai bahan kontras. Bahan kontras dimasukkan langsung melalui meatus uretra eksterna melalui klem Broadny yang dijepitkan pada glans penis. Gambaran yang mungkin terjadi pada uretrogram adalah: (1) jika terdapat striktura uretra akan tampak adanya penyempitan atau hambatan kontras pada uretra, (2) trauma uretra tampak sebagai ekstravasasi kontras ke luar dinding uretra, atau (3) tumor uretra atau batu non opak pada uretra tampak sebagai filling defect pada uretra.
Pada uretrogram, uretra pars membranasea terletak setinggi garis khayal yang menghubungkan kedua tepi superior dari ramus inferior ossis pubis. Lebih superior lagi dari pars membranasea, kontras normalnya akan memberikan gambaran seperti ekor tikus (mouse tail appearance).
Kamis, 05 Juli 2012
Kateterisasi
Kateterisasi uretra adalah memasukkan kateter ke dalam buli-buli melalui uretra. Pemasangan kateter dilakukan secara aseptik dan diusahakan tidak menimbulkan rasa sakit pada pasien. Pemasangan kateter ini di-kontra indikasi-kan pada pasien yang dicurigai terdapat ruptur uretra: keluar bloody discharge pada muara uretra eksterna, pada kasus trauma pelvis atau patah tulang pelvis, hematoma perineal, atau pada RT didapatkan prostat yang melayang.
Alat yang dibutuhkan antara lain: (1) Kateter ukuran 16 Fr - 18 Fr untuk dewasa, (2) Urin bag, (3) Spuit 10 cc 2 buah, (4) Lidokain 2% 2 ampul, (5) Aquabides 25 cc, (6) Handscoen, (7) Kassa steril, (8) Betadine dan (9) Jelly.
Disinfeksi
Setelah dilakukan disinfeksi pada penis dan daerah di sekitarnya dengan betadine, daerah genitalia dipersempit dengan duk bolong steril.
Anestesi
Pegang penis dengan kasa steril pakai tangan kiri. Semprotkan lidokain sebanyak dua ampul, diikuti jelly 10-20 ml yang dimasukkan per uretram.
Kateterisasi
Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah bulbo-membranasea (yaitu daerah sfingter uretra eksterna) akan terasa tahanan; dalam hal ini pasien diperintahkan untuk mengambil nafas dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih relaks. Kateter terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urine dari lubang kateter. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga percabangan kateter menyentuh meatus uretra eksterna. Balon kateter dikembangkan dengan 10 ml air steril atau sesuai ketentuan. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan urine bag.
Fiksasi
Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal. Fiksasi yang mengarah ke kaudal akan menyebabkan terjadinya penekanan pada uretra bagian penoskrotal sehingga terjadi nekrosis.
Dokumentasi
Catat volume inisial urin dan warna yang keluar.
Bila prosedur kateterisasi sudah dilakukan dengan baik tetapi masih kesulitan dalam memasukkan kateter, perlu dipertimbangkan adanya batu uretra, striktur uretra, kontraktur leher buli-buli, atau tumor uretra.
Kateter sebaiknya diganti setiap dua minggu sekali.
Alat yang dibutuhkan antara lain: (1) Kateter ukuran 16 Fr - 18 Fr untuk dewasa, (2) Urin bag, (3) Spuit 10 cc 2 buah, (4) Lidokain 2% 2 ampul, (5) Aquabides 25 cc, (6) Handscoen, (7) Kassa steril, (8) Betadine dan (9) Jelly.
Disinfeksi
Setelah dilakukan disinfeksi pada penis dan daerah di sekitarnya dengan betadine, daerah genitalia dipersempit dengan duk bolong steril.
Anestesi
Pegang penis dengan kasa steril pakai tangan kiri. Semprotkan lidokain sebanyak dua ampul, diikuti jelly 10-20 ml yang dimasukkan per uretram.
Kateterisasi
Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah bulbo-membranasea (yaitu daerah sfingter uretra eksterna) akan terasa tahanan; dalam hal ini pasien diperintahkan untuk mengambil nafas dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih relaks. Kateter terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urine dari lubang kateter. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga percabangan kateter menyentuh meatus uretra eksterna. Balon kateter dikembangkan dengan 10 ml air steril atau sesuai ketentuan. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan urine bag.
Fiksasi
Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal. Fiksasi yang mengarah ke kaudal akan menyebabkan terjadinya penekanan pada uretra bagian penoskrotal sehingga terjadi nekrosis.
Dokumentasi
Catat volume inisial urin dan warna yang keluar.
Bila prosedur kateterisasi sudah dilakukan dengan baik tetapi masih kesulitan dalam memasukkan kateter, perlu dipertimbangkan adanya batu uretra, striktur uretra, kontraktur leher buli-buli, atau tumor uretra.
Kateter sebaiknya diganti setiap dua minggu sekali.
Rabu, 27 Juni 2012
Lidokain
Kecuali kokain, maka semua anestesi lokal bersifat vasodilator. Sifat ini membuat zat anestesi lokal cepat diserap, sehingga toksisitasnya meningkat dan lama kerjanya menjadi singkat karena obat cepat masuk ke dalam sirkulasi.
Lidokain (xilokain) adalah anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1-2% untuk anestesia blok dan topikal. Masa kerjanya 60-90 menit (tanpa adrenalin).
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak. Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.
Sebagai anestesi lokal, lidokain dapat diberikan dosis 3-4 mg/kgBB, bila ditambahkan adrenalin dosis maksimal mencapai 6 mg/kgBB. Tanpa adrenalin dosis total tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan adrenalin tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Lidokain tanpa adrenalin berisi 40 mg/ampul, yg berarti dosis maksimalnya 5 ampul.
Pada sirkumsisi, campuran dengan adrenalin tidak dianjurkan pada ring block, agar tidak terjadi iskemia setempat.
Lidokain (xilokain) adalah anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1-2% untuk anestesia blok dan topikal. Masa kerjanya 60-90 menit (tanpa adrenalin).
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak. Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.
Sebagai anestesi lokal, lidokain dapat diberikan dosis 3-4 mg/kgBB, bila ditambahkan adrenalin dosis maksimal mencapai 6 mg/kgBB. Tanpa adrenalin dosis total tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan adrenalin tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Lidokain tanpa adrenalin berisi 40 mg/ampul, yg berarti dosis maksimalnya 5 ampul.
Pada sirkumsisi, campuran dengan adrenalin tidak dianjurkan pada ring block, agar tidak terjadi iskemia setempat.
Selasa, 26 Juni 2012
Teknik Anestesi Sirkumsisi
Anestesi yang baik akan memperbesar keberhasilan operasi. Anestesi yang baik bisa dicapai dengan teknik anestesi yang baik pula, tidak terkecuali sirkumsisi. Pada sirkumsisi, dikenal tiga macam anestesi: blok, infiltrasi, dan kombinasi keduanya.

Anestesi blok, dari hasil browsing di internet, umumnya sudah terdapat keseragaman. Hal ini sangat jelas diterangkan dalam buku Bedah Minor tulisan Karakata dan Bachsinar. Jarum ditusukkan pada pangkal penis di sebelah dorsal tegak lurus terhadap batang penis, hingga terasa sensasi seperti menembus kertas. Pada saat itu jarum telah menembus fasia Buck tempat nervus dorsalis penis berada di bawahnya. Miringkan jarum ke sisi batang penis. Lakukan aspirasi. Bila jarum tidak masuk ke pembuluh darah, suntikkan zat anestesi sebanyak 1-2 cc, kemudian pindahkan ke arah miring pada sisi yang lain, suntikkan anestesi sama seperti semula.

Sedangkan untuk anestesi infiltrasi, menurut saya, belum terdapat keseragaman. Versi pertama, seperti tertulis dalam buku Bedah Minor, diberikan di dekat frenulum, tanpa menyebut teknisnya secara detail. Versi kedua, diberikan melalui dorsum dan ventral penis proksimal. Dan versi ketiga, diberikan di empat tempat (jam 11, 1, 5 dan 7).
Seperti sudah diketahui bahwa nervus dorsalis penis (dan percabangannya) melintasi penis pada empat lokasi di atas (jam 11, 1, 5 dan 7). Versi kedua dan ketiga sama-sama memiliki target nervus yang sama, dan membentuk sebuah ring block anestesi, hanya saja beda dalam cara pemberian.
Pada versi kedua, jarum disuntikkan di daerah dorsum penis proksimal secara subkutan, gerakkan ke kanan, aspirasi, tarik jarum sambil menginjeksikan cairan anestesi, jarum jangan sampai keluar kemudian arahkan jarum ke lateral kiri, ulangi seperti lateral kanan. Versi kedua memiliki jumlah tusukan dua buah, bandingkan dengan versi ketiga yang memiliki empat buah tusukan. Inilah kelebihan versi kedua.
Akan tetapi, jika dilihat dari anatomi penis, dorsum penis memiliki banyak pembuluh darah, diantaranya vena dorsalis penis superfisialis, vena dorsalis penis profunda dan arteri dorsalis penis. Bila sampai terkena tusukan, tentu akan menyebabkan terbentuknya hematom di daerah tersebut. Di daerah ventral juga terdapat urethra, yang mana bila tusukan terlampau dalam bisa melukainya, bila memakai versi kedua. Dengan demikian, versi ketiga lebih aman dalam menjaga keutuhan arteri, vena dan urethra, karena ditusukkan pada lokasi-lokasi yang aman.
Gambar diambil dari: Bubuy Rafli

Anestesi blok, dari hasil browsing di internet, umumnya sudah terdapat keseragaman. Hal ini sangat jelas diterangkan dalam buku Bedah Minor tulisan Karakata dan Bachsinar. Jarum ditusukkan pada pangkal penis di sebelah dorsal tegak lurus terhadap batang penis, hingga terasa sensasi seperti menembus kertas. Pada saat itu jarum telah menembus fasia Buck tempat nervus dorsalis penis berada di bawahnya. Miringkan jarum ke sisi batang penis. Lakukan aspirasi. Bila jarum tidak masuk ke pembuluh darah, suntikkan zat anestesi sebanyak 1-2 cc, kemudian pindahkan ke arah miring pada sisi yang lain, suntikkan anestesi sama seperti semula.
Sedangkan untuk anestesi infiltrasi, menurut saya, belum terdapat keseragaman. Versi pertama, seperti tertulis dalam buku Bedah Minor, diberikan di dekat frenulum, tanpa menyebut teknisnya secara detail. Versi kedua, diberikan melalui dorsum dan ventral penis proksimal. Dan versi ketiga, diberikan di empat tempat (jam 11, 1, 5 dan 7).
Seperti sudah diketahui bahwa nervus dorsalis penis (dan percabangannya) melintasi penis pada empat lokasi di atas (jam 11, 1, 5 dan 7). Versi kedua dan ketiga sama-sama memiliki target nervus yang sama, dan membentuk sebuah ring block anestesi, hanya saja beda dalam cara pemberian.
Pada versi kedua, jarum disuntikkan di daerah dorsum penis proksimal secara subkutan, gerakkan ke kanan, aspirasi, tarik jarum sambil menginjeksikan cairan anestesi, jarum jangan sampai keluar kemudian arahkan jarum ke lateral kiri, ulangi seperti lateral kanan. Versi kedua memiliki jumlah tusukan dua buah, bandingkan dengan versi ketiga yang memiliki empat buah tusukan. Inilah kelebihan versi kedua.
Akan tetapi, jika dilihat dari anatomi penis, dorsum penis memiliki banyak pembuluh darah, diantaranya vena dorsalis penis superfisialis, vena dorsalis penis profunda dan arteri dorsalis penis. Bila sampai terkena tusukan, tentu akan menyebabkan terbentuknya hematom di daerah tersebut. Di daerah ventral juga terdapat urethra, yang mana bila tusukan terlampau dalam bisa melukainya, bila memakai versi kedua. Dengan demikian, versi ketiga lebih aman dalam menjaga keutuhan arteri, vena dan urethra, karena ditusukkan pada lokasi-lokasi yang aman.
Gambar diambil dari: Bubuy Rafli
Rabu, 06 Juni 2012
Infeksi Luka Operasi
Superficial Incisional Surgical Site Infection
Harus ditemukan kriteria berikut: (1) infeksi terjadi dalam setelah prosedur operasi; (2) hanya pada kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi; (3) penderita terdapat paling sedikit satu hal berikut: (a) drainase purulen dari insisi superficial; (b) kuman dapat diisolasi dari biakan yang diambil secara aseptic berasal dari cairan atau jaringan pada insisi superficial; (c) paling sedikit satu dari tanda dan gejala infeksi (nyeri atau nyeri tekan, bengkak terlokalisir, kemerahan, hangat); (d) diagnosis superficial incisional SSI oleh dokter bedah atau dokter yang merawat.
Deep Incisional Surgical Site Infection
Harus ditemukan kriteria berikut: (1) Infeksi terjadi dalam 30 hari setelah prosedur pembedahan jika tidak ada implant yang ditinggal pada tempat tersebut atau dalam 1 tahun jika implant ditempatkan pada dan infeksi yang terjadi berhubungan dengan prosedur pembedahan; (2) melibatkan jaringan ikat dalam (misal lapisan fascial dan otot) pada insisi; (3) penderita memiliki paling sedikit satu dari berikut: (a) drainase purulen dari insisi profunda tetapi bukan berasal dari komponen organ/ rongga dari daerah pembedahan; (b) insisi dalam spontan mengalami dehiscens; (c) abses atau bukti lain infeksi yang melibatkan insisi dalam yang ditemukan pada pemeriksaan langsung, selama pembedahan ulang (reoperation), atau dengan pemeriksaan histopatologis atau pemeriksaan radiologis; (d) diagnosis sebagai deep incisional SSI oleh dokter bedah atau dokter yang merawat.
Harus ditemukan kriteria berikut: (1) infeksi terjadi dalam setelah prosedur operasi; (2) hanya pada kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi; (3) penderita terdapat paling sedikit satu hal berikut: (a) drainase purulen dari insisi superficial; (b) kuman dapat diisolasi dari biakan yang diambil secara aseptic berasal dari cairan atau jaringan pada insisi superficial; (c) paling sedikit satu dari tanda dan gejala infeksi (nyeri atau nyeri tekan, bengkak terlokalisir, kemerahan, hangat); (d) diagnosis superficial incisional SSI oleh dokter bedah atau dokter yang merawat.
Deep Incisional Surgical Site Infection
Harus ditemukan kriteria berikut: (1) Infeksi terjadi dalam 30 hari setelah prosedur pembedahan jika tidak ada implant yang ditinggal pada tempat tersebut atau dalam 1 tahun jika implant ditempatkan pada dan infeksi yang terjadi berhubungan dengan prosedur pembedahan; (2) melibatkan jaringan ikat dalam (misal lapisan fascial dan otot) pada insisi; (3) penderita memiliki paling sedikit satu dari berikut: (a) drainase purulen dari insisi profunda tetapi bukan berasal dari komponen organ/ rongga dari daerah pembedahan; (b) insisi dalam spontan mengalami dehiscens; (c) abses atau bukti lain infeksi yang melibatkan insisi dalam yang ditemukan pada pemeriksaan langsung, selama pembedahan ulang (reoperation), atau dengan pemeriksaan histopatologis atau pemeriksaan radiologis; (d) diagnosis sebagai deep incisional SSI oleh dokter bedah atau dokter yang merawat.
Sabtu, 02 Juni 2012
Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita ketika penderita tersebut dirawat di rumah sakit. Suatu infeksi dikatakan didapat di rumah sakit apabila: (1) Pada waktu penderita mulai dirawat di Rumah Sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut; (2) Pada waktu penderita dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut; (3) Tanda-tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan; (4) Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya; (5) Bila saat mulai dirawat di Rumah Sakit sudah terdapat tanda-tanda infeksi dan dapat dibuktikan infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Infeksi Saluran Kencing (ISK)
Kriterianya meliputi: (1) penderita menggunakan kateter urin atau pernah menggunakan kateter urin yang dilepas dalam 48 jam pada saat biakan urin dilakukan; (2) Paling sedikit satu dari tanda dan gejala serta tanpa ada penyebab lain yang dikenali: demam (≥ 380 C), urgency, frequency, dysuria, nyeri suprapubik atau nyeri costovertebral angle atau tenderness; (3) Biakan urine positif berupa ≥ 105 kuman per cc urine dan tidak lebih dari dua species kuman.
Pneumonia
Kriterianya meliputi pemeriksaan radiologi dan tanda/gejala. Dari pemeriksaan radiologi, dua atau lebih radiograf thorax/ chest serial dengan paling sedikit satu dari berikut: infiltrat baru atau progresif dan persistent, consolidasi, cavitasi atau pneumatoceles (pada bayi berusia ≤ 1 tahun).
Sedangkan tanda/gejala, paling sedikit satu dari tanda/gejala berikut: (1) demam (≥ 380 C) tanpa sebab lain, (2) leukopenia (≤ 4000 lekosit/mm3) atau leukositosis (≥ 12.000 lekosit/mm3), (3) untuk dewasa berumur ≥ 70 tahun, gangguan status mental tanpa sebab lain. Ditambah paling sedikit dua hal berikut: (1) onset baru sputum yang purulen atau perubahan karakter/sifat sputum atau peningkatan sekresi respiratori atau peningkatan penggunaan suction; (2) onset baru atau batuk memburuk atau dyspnea, atau tachypnea; (3) rales atau suara nafas bronchial; (4) pertukaran gas yang memburuk (misal desaturasi O2, peningkatan penggunaan oksigen atau peningkatan kebutuhan ventilator).
Infeksi Saluran Kencing (ISK)
Kriterianya meliputi: (1) penderita menggunakan kateter urin atau pernah menggunakan kateter urin yang dilepas dalam 48 jam pada saat biakan urin dilakukan; (2) Paling sedikit satu dari tanda dan gejala serta tanpa ada penyebab lain yang dikenali: demam (≥ 380 C), urgency, frequency, dysuria, nyeri suprapubik atau nyeri costovertebral angle atau tenderness; (3) Biakan urine positif berupa ≥ 105 kuman per cc urine dan tidak lebih dari dua species kuman.
Pneumonia
Kriterianya meliputi pemeriksaan radiologi dan tanda/gejala. Dari pemeriksaan radiologi, dua atau lebih radiograf thorax/ chest serial dengan paling sedikit satu dari berikut: infiltrat baru atau progresif dan persistent, consolidasi, cavitasi atau pneumatoceles (pada bayi berusia ≤ 1 tahun).
Sedangkan tanda/gejala, paling sedikit satu dari tanda/gejala berikut: (1) demam (≥ 380 C) tanpa sebab lain, (2) leukopenia (≤ 4000 lekosit/mm3) atau leukositosis (≥ 12.000 lekosit/mm3), (3) untuk dewasa berumur ≥ 70 tahun, gangguan status mental tanpa sebab lain. Ditambah paling sedikit dua hal berikut: (1) onset baru sputum yang purulen atau perubahan karakter/sifat sputum atau peningkatan sekresi respiratori atau peningkatan penggunaan suction; (2) onset baru atau batuk memburuk atau dyspnea, atau tachypnea; (3) rales atau suara nafas bronchial; (4) pertukaran gas yang memburuk (misal desaturasi O2, peningkatan penggunaan oksigen atau peningkatan kebutuhan ventilator).
Rabu, 09 Juni 2010
Pelatihan DOTS - HDL
Pada tanggal 16 hingga 20 Mei 2010, aku dan temanku mengikuti Pelatihan DOTS – HDL tahun 2010 yang diselenggarakan di Grand Cikarang Hotel, Bekasi. Pelatihan berlangsung selama lima hari, mulai jam 08.00 sampai jam 17.15. Fasilitator berasal dari Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medika, Kementerian Kesehatan RI.
Kami ke Bekasi naik bis. Alasan pertama, karena kami tidak mendapat uang saku sepeser pun, jadi kami lebih memilih transportasi termurah. Alasan kedua, dan ini yang terpenting, karena lokasi pemberhentian bis ke Jakarta yang hendak kami naiki letaknya sangat berdekatan dengan Grand Cikarang Hotel. Bandara maupun stasiun kereta api jauh letaknya.
Setelah menempuh perjalanan selama 14 jam, dan sempat hipotermia di dalam bus karena dinginnya AC, kami akhirnya sampai juga di hotel yang dituju sekitar jam 6 pagi. Setelah meletakkan barang-barang kami bergegas ke coffe shop dalam hotel untuk sarapan. Saat itu kami belum mandi. Heran juga dengan orang-orang yang sarapan di tempat yang sama. Mereka sudah bersih, wangi, necis dan membawa tas bertuliskan Pelatihan DOTS-HDL. Tak ayal, mereka adalah peserta workshop juga seperti halnya kami, tapi kok sudah bawa tas segala? Kami mengacuhkannya, karena yang kami tahu acara baru dimulai jam 12.00. Itu menurut jadwal yang kami bawa dari Wonogiri.
Sesampai di kamar, kami tidur-tiduran, sambil menonton HBO. Omma..nyaman benar. Dinginnya kamar ber-AC sangat sinergi dengan perut kenyang. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi, aku iseng-iseng menelfon mbak-mbak resepsionis, barangkali ada informasi terbaru mengenai workshop.
“Halo”
“Halo Bapak. Ada yang bisa kami bantu?”
“Ini Andri dari kamar 206. Saya peserta workshop Depkes. Acaranya dimulai jam 12 kan?”
“Maaf Bapak. Acara Depkes sudah dimulai sejak kemarin malam. Silakan Bapak langsung mendaftar ke Aula lantai 1”
Waduh!
Workshop berjalan menyenangkan. Yang jelas makan sehari tiga kali dengan menu yang enak dan bergizi, serta memenuhi kriteria Empat Sehat Lima Sempurna. Kamar hotel sejuk, ditemani dengan seduhan teh hangat Sosro Heritage yang bercita rasa tinggi. Siaran televisi mulai dari BBC, HBO sampai Star Movie ada semua.
Lima hari membahas modul tentang TB menjadi tak terasa.
Sekembalinya dari Bekasi aku laporkan apa yang aku dapat kepada Wadir Yanmed. Aku menghargai tanggapan yang diberikan beliau, termasuk paparannya mengenai beberapa kendala yang dihadapi rumah sakit selama ini dalam pelayanan pasien TB. Unit DOTS sebenarnya sudah ada, tapi tak berfungsi. Aku juga mendapat beberapa masukan dari spesialis paru, terutama pentingnya kebijakan dari Direktur mengenai jejaring internal.
Berikut oleh-oleh dari Cikarang.
***
Hospital DOTS Linkage
Menurut WHO (1999) jumlah pasien Tuberkulosis (TB) di Indonesia sekitar 10% jumlah pasien TB di dunia dan merupakan ke 3 terbanyak di dunia setelah India dan China. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyatakan penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit stroke, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kondisi ini diperparah oleh kejadian HIV yang semakin meningkat dan bertambahnya jumlah kasus kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT atau MDR-TB bahkan XDR-TB.
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk tersebut, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi tidak akan menjadi pasien TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi pasien TB.
Program Nasional Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS di Indonesia dimulai pada tahun 1995. Sampai akhir 2007, program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS telah menjangkau 98% dari jumlah Puskesmas yang ada, namun untuk rumah sakit baru sekitar 38%, sedangkan BP4/BKPM/BBKPM sekitar 97%. Padahal, pada kenyataannya, pasien TB bukan hanya datang ke Puskesmas, melainkan juga ke Rumah Sakit.
Tujuan Program Penanggulangan TB ada tiga yaitu menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan serta mencegah terjadinya MDR TB. Sedangkan Target program penanggulangan TB Nasional adalah menemukan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan pasien baru TB BTA positif dan menyembuhkan paling sedikit 85% dari semua pasien baru TB BTA positif yang diobati.
Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan Strategi DOTS. Strategi DOTS terdiri dari lima komponen, yaitu: komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana; diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung; pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO); kesinambungan persediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek untuk pasien; dan pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program TB. Setiap Pelayanan TB harus berdasarkan Internasional Standard for Tuberculosis Care (ISTC). ISTC terdiri dari 6 standar untuk penegakan diagnosis, 9 standar untuk pengobatan, dan 2 standar untuk fungsi tanggungjawab kesehatan masyarakat.
Pelaksanaan pelayanan TB di rumah sakit sangat rumit dengan keterlibatan pelbagai bidang disiplin ilmu kedokteran serta penunjang medik, baik di poliklinik, maupun bangsal bagi pasien rawat jalan dan rawat inap serta rujukan pasien dan speciment.
Kami ke Bekasi naik bis. Alasan pertama, karena kami tidak mendapat uang saku sepeser pun, jadi kami lebih memilih transportasi termurah. Alasan kedua, dan ini yang terpenting, karena lokasi pemberhentian bis ke Jakarta yang hendak kami naiki letaknya sangat berdekatan dengan Grand Cikarang Hotel. Bandara maupun stasiun kereta api jauh letaknya.
Setelah menempuh perjalanan selama 14 jam, dan sempat hipotermia di dalam bus karena dinginnya AC, kami akhirnya sampai juga di hotel yang dituju sekitar jam 6 pagi. Setelah meletakkan barang-barang kami bergegas ke coffe shop dalam hotel untuk sarapan. Saat itu kami belum mandi. Heran juga dengan orang-orang yang sarapan di tempat yang sama. Mereka sudah bersih, wangi, necis dan membawa tas bertuliskan Pelatihan DOTS-HDL. Tak ayal, mereka adalah peserta workshop juga seperti halnya kami, tapi kok sudah bawa tas segala? Kami mengacuhkannya, karena yang kami tahu acara baru dimulai jam 12.00. Itu menurut jadwal yang kami bawa dari Wonogiri.
Sesampai di kamar, kami tidur-tiduran, sambil menonton HBO. Omma..nyaman benar. Dinginnya kamar ber-AC sangat sinergi dengan perut kenyang. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi, aku iseng-iseng menelfon mbak-mbak resepsionis, barangkali ada informasi terbaru mengenai workshop.
“Halo”
“Halo Bapak. Ada yang bisa kami bantu?”
“Ini Andri dari kamar 206. Saya peserta workshop Depkes. Acaranya dimulai jam 12 kan?”
“Maaf Bapak. Acara Depkes sudah dimulai sejak kemarin malam. Silakan Bapak langsung mendaftar ke Aula lantai 1”
Waduh!
Workshop berjalan menyenangkan. Yang jelas makan sehari tiga kali dengan menu yang enak dan bergizi, serta memenuhi kriteria Empat Sehat Lima Sempurna. Kamar hotel sejuk, ditemani dengan seduhan teh hangat Sosro Heritage yang bercita rasa tinggi. Siaran televisi mulai dari BBC, HBO sampai Star Movie ada semua.
Lima hari membahas modul tentang TB menjadi tak terasa.
Sekembalinya dari Bekasi aku laporkan apa yang aku dapat kepada Wadir Yanmed. Aku menghargai tanggapan yang diberikan beliau, termasuk paparannya mengenai beberapa kendala yang dihadapi rumah sakit selama ini dalam pelayanan pasien TB. Unit DOTS sebenarnya sudah ada, tapi tak berfungsi. Aku juga mendapat beberapa masukan dari spesialis paru, terutama pentingnya kebijakan dari Direktur mengenai jejaring internal.
Berikut oleh-oleh dari Cikarang.
***
Hospital DOTS Linkage
Menurut WHO (1999) jumlah pasien Tuberkulosis (TB) di Indonesia sekitar 10% jumlah pasien TB di dunia dan merupakan ke 3 terbanyak di dunia setelah India dan China. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyatakan penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit stroke, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kondisi ini diperparah oleh kejadian HIV yang semakin meningkat dan bertambahnya jumlah kasus kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT atau MDR-TB bahkan XDR-TB.
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk tersebut, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi tidak akan menjadi pasien TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi pasien TB.
Program Nasional Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS di Indonesia dimulai pada tahun 1995. Sampai akhir 2007, program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS telah menjangkau 98% dari jumlah Puskesmas yang ada, namun untuk rumah sakit baru sekitar 38%, sedangkan BP4/BKPM/BBKPM sekitar 97%. Padahal, pada kenyataannya, pasien TB bukan hanya datang ke Puskesmas, melainkan juga ke Rumah Sakit.
Tujuan Program Penanggulangan TB ada tiga yaitu menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan serta mencegah terjadinya MDR TB. Sedangkan Target program penanggulangan TB Nasional adalah menemukan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan pasien baru TB BTA positif dan menyembuhkan paling sedikit 85% dari semua pasien baru TB BTA positif yang diobati.
Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan Strategi DOTS. Strategi DOTS terdiri dari lima komponen, yaitu: komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana; diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung; pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO); kesinambungan persediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek untuk pasien; dan pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program TB. Setiap Pelayanan TB harus berdasarkan Internasional Standard for Tuberculosis Care (ISTC). ISTC terdiri dari 6 standar untuk penegakan diagnosis, 9 standar untuk pengobatan, dan 2 standar untuk fungsi tanggungjawab kesehatan masyarakat.
Pelaksanaan pelayanan TB di rumah sakit sangat rumit dengan keterlibatan pelbagai bidang disiplin ilmu kedokteran serta penunjang medik, baik di poliklinik, maupun bangsal bagi pasien rawat jalan dan rawat inap serta rujukan pasien dan speciment.
Rabu, 10 Maret 2010
Electronic Prescribing
A prescription is a health-care program implemented by a physician or other medical practitioner in the form of instructions that govern the plan of care for an individual patient. Prescriptions may include orders to be performed by a patient, caretaker, nurse, pharmacist or other therapist. Commonly, the term prescription is used to mean an order to take certain medications. Prescriptions have legal implications, as they may indicate that the prescriber takes responsibility for the clinical care of the patient and in particular for monitoring efficacy and safety.
As a prescription is nothing more than information among a prescriber, pharmacist and patient, information technology can be applied to it. Existing information technology is adequate to print out prescriptions. Medical information systems in some hospitals do away with prescriptions within the hospital. There are proposals to securely transmit the prescription from the prescriber to the pharmacist using smartcard or the internet. Within computerized pharmacies, the information on paper prescriptions is recorded into a database. Afterward, the paper prescription is archived for storage and legal reasons.
This systems appropriate with ARRA HITECH. On February 17, 2009, President Obama signed ARRA (The American Recovery and Reinvestment Act) into law. The Health Information Technology for Economic and Clinical Health Act (HITECH), represents an investment of more than $19 billion towards healthcare IT related initiatives, and is a focal point of ARRA. HITECH calls for the Office of the National Coordinator for Health Information Technology (ONCHIT) to develop methods and systems that will determine how providers will access HITECH benefits, and to work with other government agencies to develop criteria to be used to define an EHR (Electronic Health Record).
HITECH mandates that such standards will be final no later than December 31, 2009. The standards will provide guidelines EHR companies must meet in order for their product to be considered an “approved” EHR. And it is better if this EHR has CCHIT certification. The Certification Commission for Healthcare Information Technology or CCHIT is an independent, voluntary, private-sector initiative whose mission is to accelerate the adoption of health information technology by creating an efficient, credible and sustainable certification program. They are currently the only recognized certification body for electronic health records and have established a testing program for determining which EHRs meet their certification standards.
Pharmacy information systems are a potential source of valuable information for pharmaceutical companies as it contains information about the prescriber's prescribing habits. Prescription data mining of such data is a developing, specialized field.
Many prescribers lack the digitized information systems that reduce prescribing errors. To reduce these errors, some investigators have developed modified prescription forms that prompt the prescriber to provide all the desired elements of a good prescription. The modified forms also contain pre-defined choices such as common quantities, units and frequencies that the prescriber may circle rather than write out. Such forms are thought to reduce errors, especially omission and handwriting errors and are actively under evaluation.
Electronic prescribing is the electronic transmission of prescription information from the prescriber's computer to the pharmacist's computer. Voicemail is not electronic prescribing. Sending a facsimile is not electronic prescribing.
E prescribing software can make getting patients the medications they need a safer and more efficient process. Prescribers have access to time-saving tools and features during the process of writing the prescription that provide alerts for drug interactions, duplicate therapies, and allergy warnings. E prescribing software is designed to replace other approaches to prescribing - e.g. handwritten prescriptions, computer-printed prescriptions and computer-faxed prescriptions that can be considered outdated or error-prone. The durability and accessibility of the patient's medication profile is another significant safety benefit. Healthcare often consists of multiple caregivers that each share and coordinate the medical treatment given to the patient. Electronic prescribing software helps to centralize critical information and make it available to the decision-makers in the patient's care.
While safety benefits are significant, they are not realized immediately with each deployment of the technology. Prescribers must overcome the learning curve and reshape their office workflows around the prescriptive process. Office staff must become familiar with new ways of communication - and sometimes roles change. Pharmacies have multiple systems in place that have to manage the new electronic communication. Breakdowns in any of these areas can lead to errors.
By exchanging prescription information electronically, e-prescribing software can help reduce the risk of medication errors associated with poor handwriting, illegible faxes and additional key strokes. Complex, hard-to-use software and insufficient attention to the deployment process mitigate these benefits.
E-prescribing also has the potential to improve beneficiary health outcomes. For providers who choose to invest in e-prescribing technology, the adoption could improve quality and efficiency and could show promise in reducing costs by actively promoting appropriate drug usage; providing information to providers and dispensers about formulary-based drug coverage, including formulary alternatives and co-pay information; and speeding up the process of renewing medications. E-prescribing also may play a significant role in efforts to reduce the incidence of drug diversion by alerting providers and pharmacists of duplicative prescriptions for controlled substances.
E-prescribing has the potential to empower both prescribers and pharmacists to deliver higher quality care and improve workflow efficiencies. Prescribers give a handwritten prescription to the patient or fax it to a pharmacy or other dispenser. Pharmacists can have a difficult time reading handwritten prescriptions and may have little or no information about the patient’s condition for which the prescription is written. According to some estimates, almost 30 percent of prescriptions require pharmacy callbacks. This translates into less time available to the pharmacist for other important functions, such as educating consumers about their medications. A potential benefit of e prescribing software in preventing errors is that each prescription can be checked electronically–and quickly–at the time of prescribing.
As a prescription is nothing more than information among a prescriber, pharmacist and patient, information technology can be applied to it. Existing information technology is adequate to print out prescriptions. Medical information systems in some hospitals do away with prescriptions within the hospital. There are proposals to securely transmit the prescription from the prescriber to the pharmacist using smartcard or the internet. Within computerized pharmacies, the information on paper prescriptions is recorded into a database. Afterward, the paper prescription is archived for storage and legal reasons.
This systems appropriate with ARRA HITECH. On February 17, 2009, President Obama signed ARRA (The American Recovery and Reinvestment Act) into law. The Health Information Technology for Economic and Clinical Health Act (HITECH), represents an investment of more than $19 billion towards healthcare IT related initiatives, and is a focal point of ARRA. HITECH calls for the Office of the National Coordinator for Health Information Technology (ONCHIT) to develop methods and systems that will determine how providers will access HITECH benefits, and to work with other government agencies to develop criteria to be used to define an EHR (Electronic Health Record).
HITECH mandates that such standards will be final no later than December 31, 2009. The standards will provide guidelines EHR companies must meet in order for their product to be considered an “approved” EHR. And it is better if this EHR has CCHIT certification. The Certification Commission for Healthcare Information Technology or CCHIT is an independent, voluntary, private-sector initiative whose mission is to accelerate the adoption of health information technology by creating an efficient, credible and sustainable certification program. They are currently the only recognized certification body for electronic health records and have established a testing program for determining which EHRs meet their certification standards.
Pharmacy information systems are a potential source of valuable information for pharmaceutical companies as it contains information about the prescriber's prescribing habits. Prescription data mining of such data is a developing, specialized field.
Many prescribers lack the digitized information systems that reduce prescribing errors. To reduce these errors, some investigators have developed modified prescription forms that prompt the prescriber to provide all the desired elements of a good prescription. The modified forms also contain pre-defined choices such as common quantities, units and frequencies that the prescriber may circle rather than write out. Such forms are thought to reduce errors, especially omission and handwriting errors and are actively under evaluation.
Electronic prescribing is the electronic transmission of prescription information from the prescriber's computer to the pharmacist's computer. Voicemail is not electronic prescribing. Sending a facsimile is not electronic prescribing.
E prescribing software can make getting patients the medications they need a safer and more efficient process. Prescribers have access to time-saving tools and features during the process of writing the prescription that provide alerts for drug interactions, duplicate therapies, and allergy warnings. E prescribing software is designed to replace other approaches to prescribing - e.g. handwritten prescriptions, computer-printed prescriptions and computer-faxed prescriptions that can be considered outdated or error-prone. The durability and accessibility of the patient's medication profile is another significant safety benefit. Healthcare often consists of multiple caregivers that each share and coordinate the medical treatment given to the patient. Electronic prescribing software helps to centralize critical information and make it available to the decision-makers in the patient's care.
While safety benefits are significant, they are not realized immediately with each deployment of the technology. Prescribers must overcome the learning curve and reshape their office workflows around the prescriptive process. Office staff must become familiar with new ways of communication - and sometimes roles change. Pharmacies have multiple systems in place that have to manage the new electronic communication. Breakdowns in any of these areas can lead to errors.
By exchanging prescription information electronically, e-prescribing software can help reduce the risk of medication errors associated with poor handwriting, illegible faxes and additional key strokes. Complex, hard-to-use software and insufficient attention to the deployment process mitigate these benefits.
E-prescribing also has the potential to improve beneficiary health outcomes. For providers who choose to invest in e-prescribing technology, the adoption could improve quality and efficiency and could show promise in reducing costs by actively promoting appropriate drug usage; providing information to providers and dispensers about formulary-based drug coverage, including formulary alternatives and co-pay information; and speeding up the process of renewing medications. E-prescribing also may play a significant role in efforts to reduce the incidence of drug diversion by alerting providers and pharmacists of duplicative prescriptions for controlled substances.
E-prescribing has the potential to empower both prescribers and pharmacists to deliver higher quality care and improve workflow efficiencies. Prescribers give a handwritten prescription to the patient or fax it to a pharmacy or other dispenser. Pharmacists can have a difficult time reading handwritten prescriptions and may have little or no information about the patient’s condition for which the prescription is written. According to some estimates, almost 30 percent of prescriptions require pharmacy callbacks. This translates into less time available to the pharmacist for other important functions, such as educating consumers about their medications. A potential benefit of e prescribing software in preventing errors is that each prescription can be checked electronically–and quickly–at the time of prescribing.
Minggu, 24 Januari 2010
Darah diganti Darah
Syok hipovolemik memiliki dua penyebab: perdarahan atau dehidrasi.Dehidrasi bisa disebabkan muntah,diare atau ileus obstruksi.Walaupun penatalaksanaan awal syok hipovolemik sama,baik karena perdarahan atau pun dehidrasi,yaitu pemberian infus cairan kristaloid secara agresif dalam 30-60 menit,namun tetap ada perbedaannya.Pengganti darah terbaik pada kasus perdarahan adalah darah.Jadi,bila ada kasus perdarahan masif,maka sedapat mungkin resusitasi dilakukan dengan pemberian darah (whole blood).
Pemberian cairan infus (misalnya Ringer Laktat) sifatnya hanya sementara saja,sambil menunggu darah siap.Perkiraan jumlah darah yang keluar didasarkan pada kondisi pasien.Bila pasien sudah menunjukkan tanda-tanda syok,perfusi menurun,tekanan darah<90,nadi>120,maka estimasi kehilangan darah sudah mencapai 25-35% volume darah.Dalam keadaan ini,tranfusi darah dengan whole blood adalah keharusan.
Ambil contoh sebuah kasus: seorang pasien laki-laki berumur 30 tahun,datang dengan perdarahan akibat kecelakaan lalu lintas,Tekanan darah 80/40,nadi 140,pucat dan perfusi dingin.Setelah diperiksa lab,Hb 9 mg/dl.Terapi syok yang paling tepat tentu adalah tranfusi darah,tapi darah ternyata belum tersedia.Sementara menunggu darah datang,infus Ringer Laktat masuk sebanyak 2 liter.Tekanan darah naik menjadi 100/60,nadi 100 dan Hb menjadi 6 mg/dl.Hb otomatis turun karena terjadi pengenceran darah oleh kristaloid,selain juga karena darah yang terus-menerus keluar.
Jika darah telah datang,setidaknya dimasukkan 2 kolf darah sesegera mungkin.Karena bila tidak ditranfusi segera,maka akan terjadi anemia akut,dan ini berbahaya.Berbahaya untuk oksigenasi,berbahaya untuk jantung,dan menghambat kesembuhan luka.
Tapi harus selalu diingat,bahwa tranfusi darah memiliki segudang resiko yang tak bisa diremehkan.Penularan penyakit lewat tranfusi,misalnya lues,malaria,hepatitis,sampai HIV,sangat mungkin terjadi.Hal ini bisa diminimalisir dengan adanya seleksi yang ketat di PMI dalam penyediaan darah yang benar-benar steril dari kuman penyakit.
Selain itu,kearifan dokter untuk menentukan kapan harus dilakukan tranfusi darah juga dibutuhkan,demi keselamatan pasien.Semoga bermanfaat.
Pemberian cairan infus (misalnya Ringer Laktat) sifatnya hanya sementara saja,sambil menunggu darah siap.Perkiraan jumlah darah yang keluar didasarkan pada kondisi pasien.Bila pasien sudah menunjukkan tanda-tanda syok,perfusi menurun,tekanan darah<90,nadi>120,maka estimasi kehilangan darah sudah mencapai 25-35% volume darah.Dalam keadaan ini,tranfusi darah dengan whole blood adalah keharusan.
Ambil contoh sebuah kasus: seorang pasien laki-laki berumur 30 tahun,datang dengan perdarahan akibat kecelakaan lalu lintas,Tekanan darah 80/40,nadi 140,pucat dan perfusi dingin.Setelah diperiksa lab,Hb 9 mg/dl.Terapi syok yang paling tepat tentu adalah tranfusi darah,tapi darah ternyata belum tersedia.Sementara menunggu darah datang,infus Ringer Laktat masuk sebanyak 2 liter.Tekanan darah naik menjadi 100/60,nadi 100 dan Hb menjadi 6 mg/dl.Hb otomatis turun karena terjadi pengenceran darah oleh kristaloid,selain juga karena darah yang terus-menerus keluar.
Jika darah telah datang,setidaknya dimasukkan 2 kolf darah sesegera mungkin.Karena bila tidak ditranfusi segera,maka akan terjadi anemia akut,dan ini berbahaya.Berbahaya untuk oksigenasi,berbahaya untuk jantung,dan menghambat kesembuhan luka.
Tapi harus selalu diingat,bahwa tranfusi darah memiliki segudang resiko yang tak bisa diremehkan.Penularan penyakit lewat tranfusi,misalnya lues,malaria,hepatitis,sampai HIV,sangat mungkin terjadi.Hal ini bisa diminimalisir dengan adanya seleksi yang ketat di PMI dalam penyediaan darah yang benar-benar steril dari kuman penyakit.
Selain itu,kearifan dokter untuk menentukan kapan harus dilakukan tranfusi darah juga dibutuhkan,demi keselamatan pasien.Semoga bermanfaat.
Jumat, 15 Januari 2010
Terapi Perdarahan
Perdarahan adalah kasus yang sering dijumpai oleh dokter, baik itu dari hidung, mulut, anus maupun alat genital. Ada empat macam obat yang biasa dipakai.
Carbazochrome (Adona, Androme). Bekerja dengan menurunkan hiperpermeabilitas vaskular dengan menghambat hidrolisis phosphoinositide. Obat ini tidak mempengaruhi koagulasi platelet atau fibrinolisis. Biasanya dipakai dalam kasus obgyn. Dosis untuk dewasa adalah 30-90 mg/hari terbagi dalam 3 dosis atau 1 amp (2 ml) SK/IM dosis tunggal harian atau 1 amp (5 ml) sampai 2 amp (10 ml) secara IV/IV drip. Sediaan berupa tablet 10 mg dan 30 mg. Yang berupa ampul kandungannya 5 mg/ml (2 ml, 5 ml dan 10 ml).
Asam Traneksamat (Kalnex, Transamin). Bekerja dengan menghambat fibrinolisis. Asam traneksamat merupakan analog asam aminokaproat, dapat diberikan per oral, bekerja dengan cara memblok tempat ikatan pada lisin yang biasanya berinteraksi dengan plasmin, menghambat secara kompetitif terhadap aktivator plasminogen. Biasanya dipakai dalam kasus paru, THT, interna dan bedah. Dosis untuk dewasa adalah 1 tab 3-4 x/hari atau 1-2 amp/hari IV atau 1-2 dosis terbagi IM atau 2-10 amp dengan infus drip. Sediaan berupa tablet 250 mg dan 500 mg. Yang berupa ampul kandungannya 50 mg/ml dan 100 mg/ml (5 ml).
Vitamin K. Merupakan ko-faktor pembekuan darah. Faktor pembeku darah yang dipengaruhi oleh vitamin K adalah faktor II, VII, IX dan X. Vitamin K diperlukan oleh pasien dengan gangguan fungsi hati. Dosis untuk dewasa adalah 1 drag 3x/hari atau injeksi 5-10 mg dosis tunggal IM. Sediaan berupa drag 10 mg. Yang berupa ampul kandungannya 10 mg/ml (1 ml).
Ethamsylate (Dycynone). Bekerja dengan menstabilkan membran yang menghambat enzim spesifik prostaglandin dalam proses sintesanya, atau dengan kata lain membantu agregasi platelet. Dosis dewasa untuk kondisi darurat adalah 2 amp 3x/hari IM/IV, untuk pencegahan dan terapi 1 tab 3x/hari. Dosis untuk anak ½ dosis dewasa. Sediaan berupa tablet 500 mg. Yang berupa ampul kandungannya 250 mg/2 ml.
Carbazochrome (Adona, Androme). Bekerja dengan menurunkan hiperpermeabilitas vaskular dengan menghambat hidrolisis phosphoinositide. Obat ini tidak mempengaruhi koagulasi platelet atau fibrinolisis. Biasanya dipakai dalam kasus obgyn. Dosis untuk dewasa adalah 30-90 mg/hari terbagi dalam 3 dosis atau 1 amp (2 ml) SK/IM dosis tunggal harian atau 1 amp (5 ml) sampai 2 amp (10 ml) secara IV/IV drip. Sediaan berupa tablet 10 mg dan 30 mg. Yang berupa ampul kandungannya 5 mg/ml (2 ml, 5 ml dan 10 ml).
Asam Traneksamat (Kalnex, Transamin). Bekerja dengan menghambat fibrinolisis. Asam traneksamat merupakan analog asam aminokaproat, dapat diberikan per oral, bekerja dengan cara memblok tempat ikatan pada lisin yang biasanya berinteraksi dengan plasmin, menghambat secara kompetitif terhadap aktivator plasminogen. Biasanya dipakai dalam kasus paru, THT, interna dan bedah. Dosis untuk dewasa adalah 1 tab 3-4 x/hari atau 1-2 amp/hari IV atau 1-2 dosis terbagi IM atau 2-10 amp dengan infus drip. Sediaan berupa tablet 250 mg dan 500 mg. Yang berupa ampul kandungannya 50 mg/ml dan 100 mg/ml (5 ml).
Vitamin K. Merupakan ko-faktor pembekuan darah. Faktor pembeku darah yang dipengaruhi oleh vitamin K adalah faktor II, VII, IX dan X. Vitamin K diperlukan oleh pasien dengan gangguan fungsi hati. Dosis untuk dewasa adalah 1 drag 3x/hari atau injeksi 5-10 mg dosis tunggal IM. Sediaan berupa drag 10 mg. Yang berupa ampul kandungannya 10 mg/ml (1 ml).
Ethamsylate (Dycynone). Bekerja dengan menstabilkan membran yang menghambat enzim spesifik prostaglandin dalam proses sintesanya, atau dengan kata lain membantu agregasi platelet. Dosis dewasa untuk kondisi darurat adalah 2 amp 3x/hari IM/IV, untuk pencegahan dan terapi 1 tab 3x/hari. Dosis untuk anak ½ dosis dewasa. Sediaan berupa tablet 500 mg. Yang berupa ampul kandungannya 250 mg/2 ml.
Minggu, 03 Januari 2010
Medical Management Course for Doctors
Medical management course for doctors is typically a part of a master's degree or graduate certificate program in medical or health care management. This program teach business skills to medical professionals and enhance the careers of business leaders who manage hospitals, clinics and other health care organizations. Business classes in finance, information management and marketing are part of a medical management curriculum.
In this course, students learn to manage money within a medical practice. Budgeting, pricing and analysis of financial statements are covered. Payment methods, including health insurance and government payments, are explained. Business planning may also be part of this course.
Methods of obtaining, organizing, storing and transferring patient health information are discussed in this course, along with potential concerns for information managers to remember. Students learn the latest health information technology to manage individual patient health history and test information while gaining an understanding of current health information privacy laws.
Marketing skills are taught in this course as they apply to all health care organizations, such as physician's offices and hospitals. Performing market research and designing a strategy to best advertise a health care organization is a key concept presented here.
Professional person expertise is required to back up a career in the world of work. To growth traffic in skills or education required special training in accordance with the concerns and talents. It is not difficult to get an education to improve your skills.
For you who work in the area of medical or a position that you are able to use as reference, namely in the medical management course for doctors.
You’ll get direct counseling by experts who are experts in their fields. In this official website I receive some other information about the educational products including SPR medical management course for doctors.
Doctors at all levels who want to have some formal teaching instruction, have their teaching observed and formally assessed, and improve their lecturing style. Participants range from foundation year 1 doctors who want to learn how to teach medical students formally, to experienced consultants who have established roles in teaching junior doctors and medical students without having had any formal training. Applications for jobs at all levels include a section on teaching and training, and completing the course is also useful to demonstrate interest and competence in this area.
Discussion of definitions, modes, and processes of learning are followed by group work on breaking down tasks and setting learning objectives. Drawing on what they have learn, participants each have the opportunity to prepare and perform one to one and group teaching while being observed and assessed by the course facilitators. Each person receives individual feedback on their performance.
Teaching of medical students and junior doctors is opportunistic, sporadic, and hugely variable. Although clinicians are expected to provide the majority of teaching and training, they have usually had no formal training in teaching.
Teach the teacher course for doctors gives doctors the practical techniques, knowledge, skills, and confidence necessary to enable them to design and deliver teaching sessions, benefiting both the prospective teacher and the people they go on to teach. Junior doctors get the chance to lecture to an audience of doctors at all levels, from foundation year 1 to consultant, which is useful training for grand round and interdepartmental presentations. It is also useful when applying for jobs because of the personal specifications required for teaching and training.
In this course, students learn to manage money within a medical practice. Budgeting, pricing and analysis of financial statements are covered. Payment methods, including health insurance and government payments, are explained. Business planning may also be part of this course.
Methods of obtaining, organizing, storing and transferring patient health information are discussed in this course, along with potential concerns for information managers to remember. Students learn the latest health information technology to manage individual patient health history and test information while gaining an understanding of current health information privacy laws.
Marketing skills are taught in this course as they apply to all health care organizations, such as physician's offices and hospitals. Performing market research and designing a strategy to best advertise a health care organization is a key concept presented here.
Professional person expertise is required to back up a career in the world of work. To growth traffic in skills or education required special training in accordance with the concerns and talents. It is not difficult to get an education to improve your skills.
For you who work in the area of medical or a position that you are able to use as reference, namely in the medical management course for doctors.
You’ll get direct counseling by experts who are experts in their fields. In this official website I receive some other information about the educational products including SPR medical management course for doctors.
Doctors at all levels who want to have some formal teaching instruction, have their teaching observed and formally assessed, and improve their lecturing style. Participants range from foundation year 1 doctors who want to learn how to teach medical students formally, to experienced consultants who have established roles in teaching junior doctors and medical students without having had any formal training. Applications for jobs at all levels include a section on teaching and training, and completing the course is also useful to demonstrate interest and competence in this area.
Discussion of definitions, modes, and processes of learning are followed by group work on breaking down tasks and setting learning objectives. Drawing on what they have learn, participants each have the opportunity to prepare and perform one to one and group teaching while being observed and assessed by the course facilitators. Each person receives individual feedback on their performance.
Teaching of medical students and junior doctors is opportunistic, sporadic, and hugely variable. Although clinicians are expected to provide the majority of teaching and training, they have usually had no formal training in teaching.
Teach the teacher course for doctors gives doctors the practical techniques, knowledge, skills, and confidence necessary to enable them to design and deliver teaching sessions, benefiting both the prospective teacher and the people they go on to teach. Junior doctors get the chance to lecture to an audience of doctors at all levels, from foundation year 1 to consultant, which is useful training for grand round and interdepartmental presentations. It is also useful when applying for jobs because of the personal specifications required for teaching and training.
Sabtu, 02 Januari 2010
Belajar Sesuatu dari Orang Cina
Tulisan ini terinspirasi saat aku jalan-jalan di Tunjungan Plaza,Surabaya kemarin.Aku melihat banyak sekali orang cina dengan dandanan wah yang hilir mudik di tempat itu.
Sebuah cerita dari seorang paman:
"Ada sebidang tanah yang dijual,dengan ukuran panjang 50 meter dan lebar 10 meter.Kemudian datanglah dua orang yang berminat.Yang satu orang jawa dan yang lain orang cina.
Penjual tanah lalu menjelaskan segala sesuatu tentang tanah itu,termasuk rencana pembangunan jalan raya di pinggir tanah itu, yang membuat tanah itu lebarnya berkurang 1 meter.Orang jawa minta pengurangan harga,karena harga sebelumnya adalah harga untuk 50 meter x 10 meter,dan bukan 50 meter x 9 meter.Penjual tanah tidak bersedia dengan harga yang diminta orang jawa.Karena tidak ada titik temu,orang jawa pun pergi.
Lalu orang cina berkata bahwa tak masalah dengan adanya pengurangan itu.Tanah pun terjual ke orang cina."
Paman berkomentar:
"Jangankan 1 meter,dikurangi 5 meter pun orang cina tetap akan membeli tanah itu.Harga tanah tidak akan pernah turun,apalagi tanah yang ada di pinggir jalan raya.Tanah itu sangat cocok untuk membuka usaha.Dan walau pun usahanya bangkrut,harga tanah itu akan menjadi berlipat-lipat beberapa tahun kemudian."
Untuk masalah duniawi,aku kagum dengan orang cina.Wawasan ke depan mereka sangat bagus.Aku sendiri pernah tinggal serumah dengan orang cina selama berbulan-bulan.Orang cina bisa sangat pemurah untuk masalah uang.Tapi satu yang kuingat,bahwa setiap pengeluaran itu pastilah efektif dan tujuannya jelas,berapa pun besarnya uang yang mereka keluarkan.
Sebuah cerita dari seorang paman:
"Ada sebidang tanah yang dijual,dengan ukuran panjang 50 meter dan lebar 10 meter.Kemudian datanglah dua orang yang berminat.Yang satu orang jawa dan yang lain orang cina.
Penjual tanah lalu menjelaskan segala sesuatu tentang tanah itu,termasuk rencana pembangunan jalan raya di pinggir tanah itu, yang membuat tanah itu lebarnya berkurang 1 meter.Orang jawa minta pengurangan harga,karena harga sebelumnya adalah harga untuk 50 meter x 10 meter,dan bukan 50 meter x 9 meter.Penjual tanah tidak bersedia dengan harga yang diminta orang jawa.Karena tidak ada titik temu,orang jawa pun pergi.
Lalu orang cina berkata bahwa tak masalah dengan adanya pengurangan itu.Tanah pun terjual ke orang cina."
Paman berkomentar:
"Jangankan 1 meter,dikurangi 5 meter pun orang cina tetap akan membeli tanah itu.Harga tanah tidak akan pernah turun,apalagi tanah yang ada di pinggir jalan raya.Tanah itu sangat cocok untuk membuka usaha.Dan walau pun usahanya bangkrut,harga tanah itu akan menjadi berlipat-lipat beberapa tahun kemudian."
Untuk masalah duniawi,aku kagum dengan orang cina.Wawasan ke depan mereka sangat bagus.Aku sendiri pernah tinggal serumah dengan orang cina selama berbulan-bulan.Orang cina bisa sangat pemurah untuk masalah uang.Tapi satu yang kuingat,bahwa setiap pengeluaran itu pastilah efektif dan tujuannya jelas,berapa pun besarnya uang yang mereka keluarkan.
Minggu, 02 Agustus 2009
Terapi Tetanus
Bekerja di UGD itu untung-untungan. Jika sepi pasien maka sang dokter bisa tiduran seenaknya, sambil chatting dengan teman-teman lama. Tapi jangan tanya bila sedang ramai-ramainya. Jangan tanya lagi bila sudah ramai, pasiennya menderita penyakit yang aneh-aneh. Belum lagi bila keluarga yang mengantar panik dan rewelnya minta ampun. Centang-perenang. Benar-benar ujian nan tak tertanggungkan bagi dokter. Aku berlindung kepada Tuhan dari hal-hal yang demikian.
Salah satu penyakit yang tidak kusukai adalah tetanus. Tidak suka menangani, apalagi mengalaminya. Amit-amit. Dan walaupun tidak kusukai, sekonyong-konyong ada saja pasien tetanus yang datang pada suatu saat. Tidak satu, tapi dua pasien sekaligus. Datang bersama empat pasien dengan penyakit lain dalam tempo yang hampir bersamaan. Ini tentu membutuhkan ketenangan yang luar biasa dari seorang dokter, supaya semua pasien dapat tertangani dengan baik. Walau sebenarnya aku ini bukan dokter tenang seperti yang dimaksud, tapi berpura-pura tenang bukanlah hal yang absurd bagiku.
Sudah lama juga aku tidak menangani kasus tetanus. Ilmunya juga lambat laun menguap, walaupun sedikit-sedikit masih ada yang menempel di otak. Kedua kasus tetanus yang kutangani waktu itu sedikit unik. Yang jelas pasien tidak kejang. Mulut masih bisa menganga. Keluhannya cuma perut yang keras seperti papan.
Masih terngiang di telinga, setiap curiga tetanus, guruku mengajarkan perlunya mencari port d’entrée, artinya mencari pintu masuk kuman. Yang paling banyak adalah adanya luka di kaki. Percaya tidak percaya, bila pasien yang terkena luka di kaki, kebersihan luka akan sangat sulit dipertahankan. Meski sorenya terkena cangkul, mendapat sepuluh jahitan pun, orang desa bisa saja mencangkul di sawah keesokan paginya.Inilah yang dinamakan tuntutan pekerjaan mengalahkan nasihat dokter. Menanam padi ada waktunya, dan menunda mencangkul berarti alamat panen juga bakalan tertunda.
Keuntungan bagiku, karena dua pasien tadi punya port d’entrée. Jadi bila ditanya konsulen kenapa diagnosis mengarah ke tetanus aku punya alasan. Pasien pertama mengalami luka tusuk pada bagian telapak kaki karena menginjak kayu sekitar satu bulan yang lalu, sedangkan pasien kedua mngalami luka robek akibat terpelindas traktor sekitar dua minggu yang lalu. Keuntungan juga bagi pasien, karena konon kabarnya, semakin lama jarak antara timbulnya luka dan timbulnya serangan maka semakin tinggi pula harapan sembuhnya. Port d’entrée sebenarnya tidak terbatas luka di kaki saja, gigi berlubang dan congek pun jadi.
Konsulen lalu kutelfon dengan intonasi yang kubuat setenang mungkin, sesistematis mungkin. Bila kupikir-pikir, dokter umum memang dilatih dua tahun koass melulu supaya bisa memberi laporan dengan betul. Walaupun, tetap ada saja kekurangan di sana-sini.
“Mulutnya bisa membuka berapa senti?”, kata suara di seberang sana.
Tak kuduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Yang jelas, tadi kulihat mulut pasien bisa membuka lebar sekali. Kumasukkan kedua jariku ke dalam mulut yang menganga. Kukira-kira jaraknya.
“Kira-kira lima senti dok”, jawabku dengan mantap.
“Ya udah kamu terapi dulu untuk pertolongan pertama, nanti saya tak ke sana”, kata konsulen.
Usut punya usut, setelah membaca buku tentu, seberapa lebar mulut menganga menjadi dasar untuk klasifikasi tetanus. Tetanus ringan bila mulut bisa menganga lebih dari 3 cm dan tidak disertai kejang umum walau pun dirangsang. Tetanus sedang bila mulut bisa menganga kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang. Serta tetanus berat bila mulut hanya bisa menganga kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.
Terapi tetanus, yang diberikan konsulen, seingatku ada tiga poin: anti kejang, anti tetanus dan antibiotik. Selain itu juga diadakan perawatan luka dengan betadin dan H2O2.
Anti kejang. Pilihan jatuh pada diazepam. Pemberiannya lewat dua cara, drip dan bolus. Drip diberikan dengan cara melarutkan dua ampul diazepam dalam larutan D5%. Bila masih saja timbul kejang, bisa diberikan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kgBB/kali intra vena perlahan-lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali, dan diulangi setiap kali kejang. Sediaan diazepam berupa ampul 10 mg/2ml maupun tube rektal 5 mg/2,5 ml dan 10 mg/2,5 ml.
Anti tetanus. Diberikan TAT (Tetanus Anti Toxin) sebanyak 100.000 U, dimana 50.000 U diberikan intra muskular sedangkan 50.000 U diberikan intra vena. Pemberian lewat intra vena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100-200 cc D5% dan diberikan selama 1-2 jam. TAT ini bermanfaat untuk menetralisir toksin yang beredar di dalam darah. Jangan lupa dilakukan skin test terlebih dahulu. Ini dilakukan karena anti toksin berasal dari serum kuda, sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
Antibiotik. Diberikan metronidazole 500 mg/8 jam dengan skin test sebelumnya. Tujuannya tentu saja untuk membasmi Clostridium tetani, yang mana termasuk dalam kuman gram positif dan bersifat anaerob. Center lain memberikan penisilin prokain dengan dosis 50.000 U/kgBB/hari intra muskular selama 10 hari. Dosis optimal 600.000 U/hari.
Salah satu penyakit yang tidak kusukai adalah tetanus. Tidak suka menangani, apalagi mengalaminya. Amit-amit. Dan walaupun tidak kusukai, sekonyong-konyong ada saja pasien tetanus yang datang pada suatu saat. Tidak satu, tapi dua pasien sekaligus. Datang bersama empat pasien dengan penyakit lain dalam tempo yang hampir bersamaan. Ini tentu membutuhkan ketenangan yang luar biasa dari seorang dokter, supaya semua pasien dapat tertangani dengan baik. Walau sebenarnya aku ini bukan dokter tenang seperti yang dimaksud, tapi berpura-pura tenang bukanlah hal yang absurd bagiku.
Sudah lama juga aku tidak menangani kasus tetanus. Ilmunya juga lambat laun menguap, walaupun sedikit-sedikit masih ada yang menempel di otak. Kedua kasus tetanus yang kutangani waktu itu sedikit unik. Yang jelas pasien tidak kejang. Mulut masih bisa menganga. Keluhannya cuma perut yang keras seperti papan.
Masih terngiang di telinga, setiap curiga tetanus, guruku mengajarkan perlunya mencari port d’entrée, artinya mencari pintu masuk kuman. Yang paling banyak adalah adanya luka di kaki. Percaya tidak percaya, bila pasien yang terkena luka di kaki, kebersihan luka akan sangat sulit dipertahankan. Meski sorenya terkena cangkul, mendapat sepuluh jahitan pun, orang desa bisa saja mencangkul di sawah keesokan paginya.Inilah yang dinamakan tuntutan pekerjaan mengalahkan nasihat dokter. Menanam padi ada waktunya, dan menunda mencangkul berarti alamat panen juga bakalan tertunda.
Keuntungan bagiku, karena dua pasien tadi punya port d’entrée. Jadi bila ditanya konsulen kenapa diagnosis mengarah ke tetanus aku punya alasan. Pasien pertama mengalami luka tusuk pada bagian telapak kaki karena menginjak kayu sekitar satu bulan yang lalu, sedangkan pasien kedua mngalami luka robek akibat terpelindas traktor sekitar dua minggu yang lalu. Keuntungan juga bagi pasien, karena konon kabarnya, semakin lama jarak antara timbulnya luka dan timbulnya serangan maka semakin tinggi pula harapan sembuhnya. Port d’entrée sebenarnya tidak terbatas luka di kaki saja, gigi berlubang dan congek pun jadi.
Konsulen lalu kutelfon dengan intonasi yang kubuat setenang mungkin, sesistematis mungkin. Bila kupikir-pikir, dokter umum memang dilatih dua tahun koass melulu supaya bisa memberi laporan dengan betul. Walaupun, tetap ada saja kekurangan di sana-sini.
“Mulutnya bisa membuka berapa senti?”, kata suara di seberang sana.
Tak kuduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Yang jelas, tadi kulihat mulut pasien bisa membuka lebar sekali. Kumasukkan kedua jariku ke dalam mulut yang menganga. Kukira-kira jaraknya.
“Kira-kira lima senti dok”, jawabku dengan mantap.
“Ya udah kamu terapi dulu untuk pertolongan pertama, nanti saya tak ke sana”, kata konsulen.
Usut punya usut, setelah membaca buku tentu, seberapa lebar mulut menganga menjadi dasar untuk klasifikasi tetanus. Tetanus ringan bila mulut bisa menganga lebih dari 3 cm dan tidak disertai kejang umum walau pun dirangsang. Tetanus sedang bila mulut bisa menganga kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang. Serta tetanus berat bila mulut hanya bisa menganga kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.
Terapi tetanus, yang diberikan konsulen, seingatku ada tiga poin: anti kejang, anti tetanus dan antibiotik. Selain itu juga diadakan perawatan luka dengan betadin dan H2O2.
Anti kejang. Pilihan jatuh pada diazepam. Pemberiannya lewat dua cara, drip dan bolus. Drip diberikan dengan cara melarutkan dua ampul diazepam dalam larutan D5%. Bila masih saja timbul kejang, bisa diberikan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kgBB/kali intra vena perlahan-lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali, dan diulangi setiap kali kejang. Sediaan diazepam berupa ampul 10 mg/2ml maupun tube rektal 5 mg/2,5 ml dan 10 mg/2,5 ml.
Anti tetanus. Diberikan TAT (Tetanus Anti Toxin) sebanyak 100.000 U, dimana 50.000 U diberikan intra muskular sedangkan 50.000 U diberikan intra vena. Pemberian lewat intra vena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100-200 cc D5% dan diberikan selama 1-2 jam. TAT ini bermanfaat untuk menetralisir toksin yang beredar di dalam darah. Jangan lupa dilakukan skin test terlebih dahulu. Ini dilakukan karena anti toksin berasal dari serum kuda, sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
Antibiotik. Diberikan metronidazole 500 mg/8 jam dengan skin test sebelumnya. Tujuannya tentu saja untuk membasmi Clostridium tetani, yang mana termasuk dalam kuman gram positif dan bersifat anaerob. Center lain memberikan penisilin prokain dengan dosis 50.000 U/kgBB/hari intra muskular selama 10 hari. Dosis optimal 600.000 U/hari.
Jumat, 03 Juli 2009
Segelas Darah Dari Hidung
Seorang pasien pria berumur 50 tahun datang dengan diantar keluarganya. Dari hidungnya keluar darah yang menetes hingga mengotori baju yang dipakainya. Dari anamnese yang dilakukan diketahui bahwa darah yang keluar sudah amat banyak, lebih dari satu gelas belimbing. Pasien sebelumnya tidak mengalami demam ataupun kecelakaan. Setelah diperiksa ternyata tekanan darahnya 220.
“Biasanya tinggi to pak tekanan darahnya?”, tanya saya.
“Gak tu dok”, jawab pasien. “Tapi memang dua hari terakhir ini saya minum kopi terus”.
Saya lalu minta perawat untuk memasang tampon. Perawat bilang bahwa adrenalin di UGD habis. Saya lalu menelfon apotek apakah masih ada stok adrenalin.
“Adrenalinnya gak ada dok, adanya epinefrin”, kata petugas apotek.
“Sama saja itu, nanti kasih itu saja kalau ada resep adrenalin”, kata saya.
Keluarga pasien pun mengambil adrenalin dari apotek. Setelah itu saya minta perawat untuk mengencerkannya dengan perbandingan 1/10. Kasa yang telah direndam kemudian dimasukkan ke dalam hidung. Setelah tampon terpasang saya minta pasien untuk tetap dalam posisi duduk.
“Kalau bisa bapak jangan panik, supaya darahnya tidak mengucur semakin deras”, kata saya.
“Sebenarnya saya tidak panik dok, yang panik itu malah istri saya ini”, jawab pasien.
Lima belas menit kemudian tekanan darah pasien menjadi 200. Setelah perdarahannya agak berkurang pasien saya kirim ke bangsal. Saya resepkan cefotaksim 1 gram/12 jam, asam traneksamat/8 jam dan captopril 25 mg/8 jam untuk dimasukkan di bangsal nanti.
***
Guru saya pernah bilang bahwa pasien tersebut termasuk pasien yang beruntung. Disebut beruntung karena perdarahan terjadi di hidung, dan bukannya di otak. Penghentian perdarahan pun harus hati-hati dengan tetap memonitor tekanan darah. Jangan sampai perdarahan di hidung berhenti tapi timbul perdarahan di otak. Dan yang perlu diperhatikan di sini adalah pemberian tampon adrenalin pada kasus mimisan oleh karena hipertensi. Pemberian adrenalin harus diiringi dengan pemberian obat penurun tekanan darah dan tidak boleh diberikan lagi bila terdapat peningkatan tekanan darah.
Mimisan bukan hal sepele. Bila penanganannya tidak cepat dan tepat, pasien bisa jatuh ke dalam syok akibat banyaknya darah yang keluar. Intinya, lebih cepat penanganannya lebih baik. Tapi bila kita panik perdarahan yang terjadi juga malah akan lebih hebat. Untuk itu, bila Anda mimisan sebaiknya Anda tenang, dan sebagai pertolongan pertama ada baiknya Anda mempelajari metode Trotter. Caranya, cuping hidung dipencet selama beberapa menit sementara pangkal hidung dikompres dengan es (lihat gambar).
Metode ini didasarkan kenyataan bahwa sumber perdarahan biasanya berasal dari pleksus Kiesselbach yang ada di bagian depan hidung. Tapi bila dengan metode tersebut mimisan tidak berhenti maka sebaiknya dibawa ke dokter.
Tindakan dokter bisa berupa tampon anterior atau pun tampon posterior (Bellocq). Tampon anterior berupa kapas atau kasa menyerupai pita dengan lebar kira-kira 0,5 cm yang diberi vaselin atau salep antibiotik agar tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang saat pencabutan. Tampon anterior dimasukkan melalui lubang hidung, diletakkan berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan tempat asal perdarahan. Tampon dipertahankan 1-2 hari. Bila hendak menggunakan adrenalin maka yan g dipakai adalah larutan adrenalin 1/10.000. Larutan ini bisa didapatkan dengan mengencerkan adrenalin 1/1000 dengan perbandingan 1/10.
Untuk memasang tampon Bellocq, kateter karet dimasukkan melalui salah satu lubang hidung sampai tampak di orofaring dan ditarik keluar melalui mulut. Ujung kateter diikat pada salah satu benang yang ada pada salah satu ujung tampon kemudian kateter ditarik melalui hidung sampai benang keluar dari lubang hidung. Dengan cara yang sama benang yang lain dikeluarkan melalui lubang hidung sebelahnya. Benang yang keluar kemudian ditarik dan dengan bantuan jari telunjuk tampon tersebut didorong ke arah nasofaring. Agar tidak bergerak, kedua benang yang keluar dari lubang hidung diikat pada sebuah gulungan kasa di depan lubang hidung. Ujung benang yang keluar dari mulut, dilekatkan pada pipi. Benang tersebut berguna bila hendak mengeluarkan tampon.
Pasien lalu diminta duduk tegak (agar tekanan vaskuler berkurang dan mudah membatukkan darah di faring). Bila dalam keadaan lemah atau syok, pasien dibaringkan dengan bantal di belakang punggung.
Setelah menangani perdarahan biasanya dokter akan mencari penyebab dari mimisan itu. Penyebab lokal bisa karena trauma, infeksi maupun tumor pada hidung, Sedangkan penyebab sistemik bisa karena hipertensi, trombositopenia, hemofilia, maupun demam berdarah. Pemeriksaan darah rutin diperlukan terutama untuk mengetahui kadar hemoglobin dan trombosit dalam darah.
“Biasanya tinggi to pak tekanan darahnya?”, tanya saya.
“Gak tu dok”, jawab pasien. “Tapi memang dua hari terakhir ini saya minum kopi terus”.
Saya lalu minta perawat untuk memasang tampon. Perawat bilang bahwa adrenalin di UGD habis. Saya lalu menelfon apotek apakah masih ada stok adrenalin.
“Adrenalinnya gak ada dok, adanya epinefrin”, kata petugas apotek.
“Sama saja itu, nanti kasih itu saja kalau ada resep adrenalin”, kata saya.
Keluarga pasien pun mengambil adrenalin dari apotek. Setelah itu saya minta perawat untuk mengencerkannya dengan perbandingan 1/10. Kasa yang telah direndam kemudian dimasukkan ke dalam hidung. Setelah tampon terpasang saya minta pasien untuk tetap dalam posisi duduk.
“Kalau bisa bapak jangan panik, supaya darahnya tidak mengucur semakin deras”, kata saya.
“Sebenarnya saya tidak panik dok, yang panik itu malah istri saya ini”, jawab pasien.
Lima belas menit kemudian tekanan darah pasien menjadi 200. Setelah perdarahannya agak berkurang pasien saya kirim ke bangsal. Saya resepkan cefotaksim 1 gram/12 jam, asam traneksamat/8 jam dan captopril 25 mg/8 jam untuk dimasukkan di bangsal nanti.
***
Guru saya pernah bilang bahwa pasien tersebut termasuk pasien yang beruntung. Disebut beruntung karena perdarahan terjadi di hidung, dan bukannya di otak. Penghentian perdarahan pun harus hati-hati dengan tetap memonitor tekanan darah. Jangan sampai perdarahan di hidung berhenti tapi timbul perdarahan di otak. Dan yang perlu diperhatikan di sini adalah pemberian tampon adrenalin pada kasus mimisan oleh karena hipertensi. Pemberian adrenalin harus diiringi dengan pemberian obat penurun tekanan darah dan tidak boleh diberikan lagi bila terdapat peningkatan tekanan darah.
Metode ini didasarkan kenyataan bahwa sumber perdarahan biasanya berasal dari pleksus Kiesselbach yang ada di bagian depan hidung. Tapi bila dengan metode tersebut mimisan tidak berhenti maka sebaiknya dibawa ke dokter.
Tindakan dokter bisa berupa tampon anterior atau pun tampon posterior (Bellocq). Tampon anterior berupa kapas atau kasa menyerupai pita dengan lebar kira-kira 0,5 cm yang diberi vaselin atau salep antibiotik agar tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang saat pencabutan. Tampon anterior dimasukkan melalui lubang hidung, diletakkan berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan tempat asal perdarahan. Tampon dipertahankan 1-2 hari. Bila hendak menggunakan adrenalin maka yan g dipakai adalah larutan adrenalin 1/10.000. Larutan ini bisa didapatkan dengan mengencerkan adrenalin 1/1000 dengan perbandingan 1/10.
Untuk memasang tampon Bellocq, kateter karet dimasukkan melalui salah satu lubang hidung sampai tampak di orofaring dan ditarik keluar melalui mulut. Ujung kateter diikat pada salah satu benang yang ada pada salah satu ujung tampon kemudian kateter ditarik melalui hidung sampai benang keluar dari lubang hidung. Dengan cara yang sama benang yang lain dikeluarkan melalui lubang hidung sebelahnya. Benang yang keluar kemudian ditarik dan dengan bantuan jari telunjuk tampon tersebut didorong ke arah nasofaring. Agar tidak bergerak, kedua benang yang keluar dari lubang hidung diikat pada sebuah gulungan kasa di depan lubang hidung. Ujung benang yang keluar dari mulut, dilekatkan pada pipi. Benang tersebut berguna bila hendak mengeluarkan tampon.
Pasien lalu diminta duduk tegak (agar tekanan vaskuler berkurang dan mudah membatukkan darah di faring). Bila dalam keadaan lemah atau syok, pasien dibaringkan dengan bantal di belakang punggung.
Setelah menangani perdarahan biasanya dokter akan mencari penyebab dari mimisan itu. Penyebab lokal bisa karena trauma, infeksi maupun tumor pada hidung, Sedangkan penyebab sistemik bisa karena hipertensi, trombositopenia, hemofilia, maupun demam berdarah. Pemeriksaan darah rutin diperlukan terutama untuk mengetahui kadar hemoglobin dan trombosit dalam darah.
Senin, 15 Juni 2009
Nyeri Dada

ST elevasi adalah gambaran pada EKG yang khas pada serangan jantung (infark myokard akut). Pertanda baik bagi dokter, karena diagnosis dapat ditegakkan dan dengan demikian dapat segera memberikan terapi untuk pasien. Sekaligus pertanda buruk bagi pasien, karena pintu alam kubur telah dibuka lebar-lebar untuknya.
***
Kasus nyeri dada (angina pektoris) sering dijumpai pada pasien yang datang ke rumah sakit. Keluhan nyeri dada biasanya juga disertai dengan sesak nafas dan jantung berdebar-debar. Pasien, dan juga keluarganya, biasanya panik karena mengira bahwa pasien baru mengalami serangan jantung. Padahal tidak semua nyeri dada itu adalah serangan jantung.
Nyeri dada merupakan pertanda dari serangan jantung bila hasil pemeriksaan EKG mengatakan demikian. Kelainan pada EKG bisa berupa T flat, T inverted, ST depresi, maupun ST elevasi. Pembacaan EKG ini tentu saja dilakukan oleh dokter yang berkompeten.
Tapi bisa juga pasien yang sebenarnya mempunyai penyakit jantung koroner hasil EKG-nya normal saat diperiksa. Untuk mengantisipasi hal itu, bila pasien sering mengeluh nyeri dada padahal hasil EKG-nya normal, disarankan untuk menjalani exercise test dengan alat treadmill.
Kecenderungan seorang dokter untuk menduga bahwa nyeri dada berasal dari jantung juga bertambah bila ternyata pasien memiliki faktor risiko penyakit jantung koroner. Faktor risiko itu antara lain merokok, hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes, kegemukan (obesitas), usia lebih dari 40 tahun, jenis kelamin (pria) dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner.
Bila hasil EKG normal dan tidak didapatkan faktor risiko pada pasien, maka kemungkinan penyebab nyeri dada berasal dari jantung bisa disingkirkan. Nyeri dada juga dapat disebabkan oleh nyeri akibat kelainan paru atau pleura, nyeri jaringan otot dan rangka, nyeri saluran cerna bagian atas maupun nyeri psikogenik.
Pertolongan pertama
Tidak setiap rumah dekat dengan fasilitas kesehatan yang memiliki EKG. Untuk itu, setiap keluhan nyeri dada sebaiknya dipikirkan tentang kemungkinan adanya serangan jantung, apalagi bila pasien memiliki faktor risiko penyakit jantung koroner seperti yang saya sebutkan di atas. Tidak perlu panik. Minumlah pereda nyeri, dan yang paling dianjurkan adalah aspirin. Hanya saja, obat ini harus hati-hati bila diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat maag sebelumnya, karena obat ini bersifat mengiritasi lambung. Dosis yang dianjurkan adalah 325 mg saat nyeri dada timbul.
Aspirin merupakan pilihan utama pada penanganan nyeri dada karena dua hal. Pertama, karena aspirin memiliki khasiat meredakan nyeri. Ini tentu saja sangat penting untuk memberikan kenyamanan pada pasien. Kedua, aspirin memiliki khasiat anti agregasi trombosit. Hal ini bermanfaat sekali bila ternyata nyeri dada tadi benar-benar merupakan serangan jantung, karena aspirin mampu memperbaiki sirkulasi pembuluh darah koroner yang menyempit akibat proses aterosklerosis.
Selasa, 12 Mei 2009
Gambir Siam, Obat Kuat Pria Dari Martapura
Saat saya masih di Kalimantan, saya pernah SMS an dengan seorang teman lama asal Wonogiri, sebut saja namanya Paijo.
Paijo: Pak Andry wiz bo2k hrung? Ameh konsul ki. Au trserang ejakulasi dini py cra mengatasina.
…
Andri: Diolesi minyake mak erot.
…
Paijo: Serius pak
Andri: Pakai kondom.
Paijo: Selain it pak?
Andri: Diolesi pake gambir. Serius iki!
Paijo: Gambir ig ap pak? Gek carine d man? It ngolesine brapa x sehari or ngolesine yen ameh berhub?
Andri: Takono mbahmu. Kuwi lho sing biasane nggo nginang. Carane, dioles di torpedo, biarkan 15 menit, dibilas, trus dipakai.
Paijo: Uke tnx ea pak.
(keesokan harinya)
Paijo: Ki wiz dpt gambir pak ne d deplok po d apkne pak? Yuz makene pripun? Tiap hr po tiap mau dpakai si torpedone pak?
Andri: Dideplok trus dikasih air. Koyo ngudhak gamping kae lho. Dioles yen pas arep berhubungan ae. Ojo lali dibilas. Ati2 lho pak, yen ra tahan kulit torpedomu iso gosong!
Paijo: Wadumz berefek samping ea panas bgt ea pak?
Andri: Dosise secukupe ae. Dirasakne dhisik nganggo tangan. Kabar2 yo le yen wis ono hasile. Jane gambir sing tinggal oles yo ono. Aku entuk barange neng martapura. Gelem piye?
Paijo: Uke mbah mengke yen sucses kawulo kbri msalai niki kangge kucing mesakne si kucing cew dreng smpt orgasme si kucing jantan udh loyo hohoho
Andri: Wo...kucing barang saiki yo mbok embat to le?
Paijo: Iyo pak masalahe kucing sak kie iso owh yez owh no…eneh mbah…Heckegh mbah…
Hahaha…Paijo memang sableng! Sementara itu, ini lho gambir yang saya maksud. Saya mendapatkannya dari sebuah toko di Pertokoan Permata Cahaya Bumi Selamat, Martapura.
Gambir Siam (Obat Kuat Pria)
Indications:
Gambir siam oil for men is easily applied reducing over sensitivity and helping to avoid premature ejaculation to all men who wish to prolong sexual pleasure both for themselves and their partners.
How to apply:
Gambir Siam oil is packed in a small bottle pack, it is applied to the external surfaces of the penis ten or fifteen minutes before making love. Test it in advance to determine the correct quality. Contains a light skin lubricant. Colourless non toxic.
Caution : for external use only.
Anda tertarik? Hubungi saya via email.
Paijo: Pak Andry wiz bo2k hrung? Ameh konsul ki. Au trserang ejakulasi dini py cra mengatasina.
…
Andri: Diolesi minyake mak erot.
…
Paijo: Serius pak
Andri: Pakai kondom.
Paijo: Selain it pak?
Andri: Diolesi pake gambir. Serius iki!
Paijo: Gambir ig ap pak? Gek carine d man? It ngolesine brapa x sehari or ngolesine yen ameh berhub?
Andri: Takono mbahmu. Kuwi lho sing biasane nggo nginang. Carane, dioles di torpedo, biarkan 15 menit, dibilas, trus dipakai.
Paijo: Uke tnx ea pak.
(keesokan harinya)
Paijo: Ki wiz dpt gambir pak ne d deplok po d apkne pak? Yuz makene pripun? Tiap hr po tiap mau dpakai si torpedone pak?
Andri: Dideplok trus dikasih air. Koyo ngudhak gamping kae lho. Dioles yen pas arep berhubungan ae. Ojo lali dibilas. Ati2 lho pak, yen ra tahan kulit torpedomu iso gosong!
Paijo: Wadumz berefek samping ea panas bgt ea pak?
Andri: Dosise secukupe ae. Dirasakne dhisik nganggo tangan. Kabar2 yo le yen wis ono hasile. Jane gambir sing tinggal oles yo ono. Aku entuk barange neng martapura. Gelem piye?
Paijo: Uke mbah mengke yen sucses kawulo kbri msalai niki kangge kucing mesakne si kucing cew dreng smpt orgasme si kucing jantan udh loyo hohoho
Andri: Wo...kucing barang saiki yo mbok embat to le?
Paijo: Iyo pak masalahe kucing sak kie iso owh yez owh no…eneh mbah…Heckegh mbah…
Hahaha…Paijo memang sableng! Sementara itu, ini lho gambir yang saya maksud. Saya mendapatkannya dari sebuah toko di Pertokoan Permata Cahaya Bumi Selamat, Martapura.
Indications:
Gambir siam oil for men is easily applied reducing over sensitivity and helping to avoid premature ejaculation to all men who wish to prolong sexual pleasure both for themselves and their partners.
How to apply:
Gambir Siam oil is packed in a small bottle pack, it is applied to the external surfaces of the penis ten or fifteen minutes before making love. Test it in advance to determine the correct quality. Contains a light skin lubricant. Colourless non toxic.
Caution : for external use only.
Anda tertarik? Hubungi saya via email.
Minggu, 03 Mei 2009
“Eh Ndri, kamu kok dari tadi ngethekul pakai BlackBerry ngapain sih?”
Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke blog milik Marcell. Ada yang menarik di sana. Marcell secara terbuka meminta maaf perihal pernyataannya di sebuah advertorial pengguna BlackBerry yang disponsori sebuah provider telekomunikasi. Tak berapa lama kemudian Marcell mendapat email dari seorang ibu yang putrinya menyandang autis, yang intinya keberatan karena Marcell menggunakan kata ‘AUTIS’ di dalam pernyataannya.
Marcell tentu tak berniat untuk menghina penderita autis di seluruh dunia, tapi ada kalanya apa yang kita ucapkan ditangkap oleh orang lain dengan makna yang berbeda. Menurut kita biasa saja, tapi bagi beberapa orang terdengar menyakitkan. Dengan alasan itulah saya mencoba memberi alternatif kata untuk menggambarkan situasi bagi pengguna BlackBerry yang sedang asyik dengan dunia mereka sendiri yang tidak bisa lepas dari BlackBerrynya. Kata itu adalah “NGETHEKUL”.
Perihal ‘NGETHEKUL’ ini kemudian saya konsultasikan kepada ayah saya dan beliau berkata, “ Ngethekul kuwi misale yen kowe mangan kepenaken terus ora towo-towo karo liyane”. (Ngethekul itu misalnya kalau kamu asik makan lalu tidak menawari orang lain). Ibu saya lalu menimpali, “Iso wae amargo keluwen” (Bisa saja (ngethekulnya itu) karena kelaparan).
NGETHEKUL berasal dari bahasa Jawa yang artinya kurang lebih “asyik sendiri”. Sebenarnya kata ini lebih cocok untuk asyik makan, demikian menurut ayah saya. Tapi bukankah menggunakan BlackBerry juga berarti ‘makan’ informasi? Ada beberapa kata yang saya pikirkan, ‘ndableg’ misalnya. Tapi setelah saya terapkan dalam kalimat kok kelihatannya kurang pas. Ambil contoh dari syair lagunya Dewi Lestari yang berjudul ‘Malaikat Juga Tahu’
“meski seringkali kau malah asyik sendiri”
“meski seringkali kau malah NDABLEG”
Bandingkan dengan,
“meski seringkali kau malah asyik sendiri”
“meski seringkali kau malah NGETHEKUL”
Bagus yang bawah bukan? Hehe..
Intinya adalah, penggunaan kata ‘NGETHEKUL’ untuk menggantikan kata ‘AUTIS’ dalam konteks pengguna BlackBerry yang notabene asyik dengan dunia mereka sendiri tidak akan menyinggung siapa pun. Bahkan, hal ini dapat mengangkat khazanah budaya daerah (dalam hal ini budaya Jawa) sebagai bagian dari kekayaan Indonesia.
Jadi, kenapa tidak mulai menggunakan kata ‘NGETHEKUL’ mulai dari sekarang?
* Indosat mengundang Anda untuk menuangkan ide kreatif dalam menciptakan sebuah kata atau istilah yang bermakna positif dan tidak bersifat menyinggung, perihal kegandrungan seseorang terhadap BlackBerry. Info lebih lanjut kunjungi www.indosat.com.
Marcell tentu tak berniat untuk menghina penderita autis di seluruh dunia, tapi ada kalanya apa yang kita ucapkan ditangkap oleh orang lain dengan makna yang berbeda. Menurut kita biasa saja, tapi bagi beberapa orang terdengar menyakitkan. Dengan alasan itulah saya mencoba memberi alternatif kata untuk menggambarkan situasi bagi pengguna BlackBerry yang sedang asyik dengan dunia mereka sendiri yang tidak bisa lepas dari BlackBerrynya. Kata itu adalah “NGETHEKUL”.
Perihal ‘NGETHEKUL’ ini kemudian saya konsultasikan kepada ayah saya dan beliau berkata, “ Ngethekul kuwi misale yen kowe mangan kepenaken terus ora towo-towo karo liyane”. (Ngethekul itu misalnya kalau kamu asik makan lalu tidak menawari orang lain). Ibu saya lalu menimpali, “Iso wae amargo keluwen” (Bisa saja (ngethekulnya itu) karena kelaparan).
NGETHEKUL berasal dari bahasa Jawa yang artinya kurang lebih “asyik sendiri”. Sebenarnya kata ini lebih cocok untuk asyik makan, demikian menurut ayah saya. Tapi bukankah menggunakan BlackBerry juga berarti ‘makan’ informasi? Ada beberapa kata yang saya pikirkan, ‘ndableg’ misalnya. Tapi setelah saya terapkan dalam kalimat kok kelihatannya kurang pas. Ambil contoh dari syair lagunya Dewi Lestari yang berjudul ‘Malaikat Juga Tahu’
“meski seringkali kau malah asyik sendiri”
“meski seringkali kau malah NDABLEG”
Bandingkan dengan,
“meski seringkali kau malah asyik sendiri”
“meski seringkali kau malah NGETHEKUL”
Bagus yang bawah bukan? Hehe..
Intinya adalah, penggunaan kata ‘NGETHEKUL’ untuk menggantikan kata ‘AUTIS’ dalam konteks pengguna BlackBerry yang notabene asyik dengan dunia mereka sendiri tidak akan menyinggung siapa pun. Bahkan, hal ini dapat mengangkat khazanah budaya daerah (dalam hal ini budaya Jawa) sebagai bagian dari kekayaan Indonesia.
Jadi, kenapa tidak mulai menggunakan kata ‘NGETHEKUL’ mulai dari sekarang?
* Indosat mengundang Anda untuk menuangkan ide kreatif dalam menciptakan sebuah kata atau istilah yang bermakna positif dan tidak bersifat menyinggung, perihal kegandrungan seseorang terhadap BlackBerry. Info lebih lanjut kunjungi www.indosat.com.
Rabu, 21 Januari 2009
AM-PM Therapy for Diabetes (Based on Clinical Experiences at PKM Terusan Tengah, Kapuas)
By Andri Kusuma Harmaya, MD
Abstract
Diabetes Mellitus (especially type 2/T2DM) is a progressive metabolic abnormalities involving two major endocrine defects, insulin resistance and impaired insulin secretion of pancreatic beta-cell. Glibenclamide (given in the morning as AM therapy) acts by improving pancreatic beta-cell function. Whereas Metformin (given in the evening as PM therapy) may counteract insulin resistance. Metformin in the evening has function to decrease hepatic glucose production, primarily by decreasing gluconeogenesis, when glibenclamide at the lowest level in the blood.
***
Sesuai dengan 10 Steps to Better Glucose Control (Del Prato S. et al: Int J.Clin.Pract.2005, 59, 1345-1356), maka pasien diabetes sebaiknya diobati secara intensif agar target HbA1C < 6,5% dapat dicapai. Setelah 3 bulan dimulainya pengobatan, bila target HbA1C < 6,5% belum tercapai, pertimbangkan pemberian kombinasi obat. Bahkan bila HbA1C-nya > 9% atau lebih pada saat diagnosa ditegakkan, sebaiknya langsung diberikan kombinasi obat atau insulin. Kombinasi obat yang dipilih adalah yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda sehingga bisa saling melengkapi.
Ada dua macam obat hipoglikemik oral (OHO) yang biasanya bisa dijumpai di Puskesmas, yaitu glibenklamid dan metformin. Glibenklamid mampu merangsang sel-sel beta di pankreas menghasilkan dan mengeluarkan hormon insulin. Efek samping yang penting akibat obat ini ialah kadar glukosa darah rendah, kurang dari 60 mg/dL, disebut sebagai hipoglikemi. Hipoglikemi ini sangat berbahaya apabila tidak segera ditangani. Untuk itulah pemberian biasanya dilakukan pada pagi hari. Bila diberikan malam hari tentu resiko hipoglikemi pada saat pasien tidur akan sangat mengancam jiwa pasien. Lagipula, masa kerjanya yang cukup lama (15 jam) membatasi pemberiannya menjadi tidak lebih dari dua kali sehari.
Sepanjang pengalaman saya dalam melakukan terapi terhadap pasien diabetes (terutama saat PTT di Terusan Tengah), tidak semua gula darah terkendali dengan pemberian glibenklamid ini. Beberapa malah cenderung naik setelah diberikan pengobatan glibenklamid 2,5-5 mg sekali sehari (pagi hari). Ada beberapa skenario untuk menjelaskan persoalan ini. Skenario pertama, pasien minum obat tetapi makannya masih ugal-ugalan. Disini lah peran dokter selaku edukator pasien. Prinsip diet diabetes yang disingkat dengan 3j (tepat jadwal, tepat jumlah dan tepat jenis) harus diterapkan dengan benar. Skenario kedua, produksi insulin pasien mencukupi tapi tubuh tidak bisa menggunakannya dengan baik (inilah yang kemudian dikenal dengan resistensi insulin). Seberapa pun insulin yang berhasil ‘diperas’ glibenklamid dari pabriknya (pankreas), tentu saja gula darah tidak akan turun. Dan skenario ketiga adalah gula darah memang pada kadar yang tertinggi saat diperiksa. Pemeriksaan kadar gula darah puasa biasanya dilakukan pada pagi hari, sedangkan pada saat yang bersamaan kadar glibenklamid juga berada pada level terendah. Harus juga diingat bahwa pada waktu malam hari, hati tetap memproduksi gula. Produksi gula darah yang terus menerus tanpa diimbangi dengan kadar OHO yang optimal tentu membuat angka gula darah tetap tinggi. Nah, skenario kedua dan ketiga ini, dengan kuasa Tuhan, bisa diatasi dengan tiga kata: metformin sore hari.
Terapi am-pm pertama kali saya kenal pada pemberian antihistamin. Antihistamin generasi pertama yang memiliki efek samping mengantuk diberikan pada malam hari (pm), sedangkan antihistamin generasi ketiga yang tidak memiliki efek samping mengantuk diberikan pada pagi hari (am). Dalam terapi diabetes, terapi am-pm ini pun bisa juga diterapkan. Caranya, glibenklamid diberikan pada pagi hari (am) sedangkan metformin diberikan pada sore hari (pm).
Metformin bekerja dengan cara mencegah hati membuat dan mengeluarkan glukosa ke dalam darah. Juga membuat sel otot lebih peka terhadap insulin. Kelebihan metformin ialah tidak menyebabkan kondisi hipoglikemia, sehingga relatif aman bila diberikan pada waktu sore hari menjelang tidur. Tidak kurang dari 31 manfaat dari obat ini, diantaranya adalah menurunkan kadar gula darah puasa (GDP), memperbaiki profil lipid dan menurunkan resistensi insulin.
Berdasarkan 10 Steps to Better Glucose Control yang disebutkan di atas, bahwa obat yang dipilih sebaiknya memiliki mekanisme kerja yang berbeda sehingga bisa saling melengkapi, maka kombinasi am-pm antara glibenklamid dan metformin menjadi sangat rasional. Di satu pihak, glibenklamid memperbaiki fungsi sel beta pancreas sehingga produksi insulin menjadi optimal, sementara di pihak lain metformin bekerja dengan menurunkan resistensi insulin. Dosis glibenklamid pun bisa diminimalkan sehingga bahaya hipoglikemia bisa dihindari.
Penelitian United Kingdom Prevalence Diabetes Study (UKPDS) pada tahun 1998 menyebutkan bahwa kombinasi glibenklamid dan metformin juga mampu mengurangi angka kejadian komplikasi mikrovaskular dan mikrovaskular dari diabetes. Jadi, kenapa tidak menggunakan terapi am-pm mulai dari sekarang?
Referensi:
Askandar Tjokroprawiro. 2008. The High-Tech FDC of Metformin and Glibenclamide. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XXIII 2008. FK Unair, Surabaya. Pp: 1-16.
Sidartawan Soegondo. 2008. Penatalaksanaan Diabetes Melitus. Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA). Dalam Workshop Terapi Insulin dan OHO pada DM Type II yang diadakan di Kuala Kapuas, 23 Agustus 2008.
Abstract
Diabetes Mellitus (especially type 2/T2DM) is a progressive metabolic abnormalities involving two major endocrine defects, insulin resistance and impaired insulin secretion of pancreatic beta-cell. Glibenclamide (given in the morning as AM therapy) acts by improving pancreatic beta-cell function. Whereas Metformin (given in the evening as PM therapy) may counteract insulin resistance. Metformin in the evening has function to decrease hepatic glucose production, primarily by decreasing gluconeogenesis, when glibenclamide at the lowest level in the blood.
***
Sesuai dengan 10 Steps to Better Glucose Control (Del Prato S. et al: Int J.Clin.Pract.2005, 59, 1345-1356), maka pasien diabetes sebaiknya diobati secara intensif agar target HbA1C < 6,5% dapat dicapai. Setelah 3 bulan dimulainya pengobatan, bila target HbA1C < 6,5% belum tercapai, pertimbangkan pemberian kombinasi obat. Bahkan bila HbA1C-nya > 9% atau lebih pada saat diagnosa ditegakkan, sebaiknya langsung diberikan kombinasi obat atau insulin. Kombinasi obat yang dipilih adalah yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda sehingga bisa saling melengkapi.
Sepanjang pengalaman saya dalam melakukan terapi terhadap pasien diabetes (terutama saat PTT di Terusan Tengah), tidak semua gula darah terkendali dengan pemberian glibenklamid ini. Beberapa malah cenderung naik setelah diberikan pengobatan glibenklamid 2,5-5 mg sekali sehari (pagi hari). Ada beberapa skenario untuk menjelaskan persoalan ini. Skenario pertama, pasien minum obat tetapi makannya masih ugal-ugalan. Disini lah peran dokter selaku edukator pasien. Prinsip diet diabetes yang disingkat dengan 3j (tepat jadwal, tepat jumlah dan tepat jenis) harus diterapkan dengan benar. Skenario kedua, produksi insulin pasien mencukupi tapi tubuh tidak bisa menggunakannya dengan baik (inilah yang kemudian dikenal dengan resistensi insulin). Seberapa pun insulin yang berhasil ‘diperas’ glibenklamid dari pabriknya (pankreas), tentu saja gula darah tidak akan turun. Dan skenario ketiga adalah gula darah memang pada kadar yang tertinggi saat diperiksa. Pemeriksaan kadar gula darah puasa biasanya dilakukan pada pagi hari, sedangkan pada saat yang bersamaan kadar glibenklamid juga berada pada level terendah. Harus juga diingat bahwa pada waktu malam hari, hati tetap memproduksi gula. Produksi gula darah yang terus menerus tanpa diimbangi dengan kadar OHO yang optimal tentu membuat angka gula darah tetap tinggi. Nah, skenario kedua dan ketiga ini, dengan kuasa Tuhan, bisa diatasi dengan tiga kata: metformin sore hari.
Terapi am-pm pertama kali saya kenal pada pemberian antihistamin. Antihistamin generasi pertama yang memiliki efek samping mengantuk diberikan pada malam hari (pm), sedangkan antihistamin generasi ketiga yang tidak memiliki efek samping mengantuk diberikan pada pagi hari (am). Dalam terapi diabetes, terapi am-pm ini pun bisa juga diterapkan. Caranya, glibenklamid diberikan pada pagi hari (am) sedangkan metformin diberikan pada sore hari (pm).
Metformin bekerja dengan cara mencegah hati membuat dan mengeluarkan glukosa ke dalam darah. Juga membuat sel otot lebih peka terhadap insulin. Kelebihan metformin ialah tidak menyebabkan kondisi hipoglikemia, sehingga relatif aman bila diberikan pada waktu sore hari menjelang tidur. Tidak kurang dari 31 manfaat dari obat ini, diantaranya adalah menurunkan kadar gula darah puasa (GDP), memperbaiki profil lipid dan menurunkan resistensi insulin.
Berdasarkan 10 Steps to Better Glucose Control yang disebutkan di atas, bahwa obat yang dipilih sebaiknya memiliki mekanisme kerja yang berbeda sehingga bisa saling melengkapi, maka kombinasi am-pm antara glibenklamid dan metformin menjadi sangat rasional. Di satu pihak, glibenklamid memperbaiki fungsi sel beta pancreas sehingga produksi insulin menjadi optimal, sementara di pihak lain metformin bekerja dengan menurunkan resistensi insulin. Dosis glibenklamid pun bisa diminimalkan sehingga bahaya hipoglikemia bisa dihindari.
Penelitian United Kingdom Prevalence Diabetes Study (UKPDS) pada tahun 1998 menyebutkan bahwa kombinasi glibenklamid dan metformin juga mampu mengurangi angka kejadian komplikasi mikrovaskular dan mikrovaskular dari diabetes. Jadi, kenapa tidak menggunakan terapi am-pm mulai dari sekarang?
Referensi:
Askandar Tjokroprawiro. 2008. The High-Tech FDC of Metformin and Glibenclamide. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XXIII 2008. FK Unair, Surabaya. Pp: 1-16.
Sidartawan Soegondo. 2008. Penatalaksanaan Diabetes Melitus. Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA). Dalam Workshop Terapi Insulin dan OHO pada DM Type II yang diadakan di Kuala Kapuas, 23 Agustus 2008.
Sabtu, 25 Oktober 2008
Pemakaian Lidokain cum Adrenalin dalam Khitan
Beberapa waktu yang lalu, Puskesmas Terusan Tengah mengadakan acara khitanan massal. Peserta yang semula direncanakan 25 orang ternyata cuma dihadiri oleh 20 orang, yang usianya berkisar antara 8 hingga 14 tahun. Ke-dua puluh pasien ini dikerjakan oleh tiga tim: Pak Nur dan Mbak Sum (tim A), dr Freddy dan Irma (tim B) serta saya dan Radiah (tim C).
Acara dimulai jam 08.00. Saya dan Radiah menduduki pole position dan memulai khitanan paling awal. Kali ini saya menggunakan teknik anestesi gabungan antara blok dan infiltrasi. Karena saya cuma memiliki persediaan lidokain murni beberapa ampul, sementara obat anestesi dropping dari Dinkes adalah lidokain cum adrenalin, maka saya mengombinasikan keduanya: 1,5-2 ml lidokain cum adrenalin untuk anestesi blok dan 1,5-2 ml lidokain murni untuk anestesi infiltrasi.
Saya memang cenderung menaruh perhatian yang cukup besar untuk masalah anestesi ini. Anestesi yang baik, berpengaruh besar bagi lancarnya tindakan operasi. Bila pasien nyaman, maka tindakan operasi dapat dikerjakan dengan tenang, hasil akhirnya juga memuaskan.
Khitan yang saya lakukan memang relatif lambat. Hingga jam 12.00 saya baru menyelesaikan enam orang anak, dan tepat setelah menyelesaikan khitan anak keenam, seorang anak datang diantar oleh pamannya karena luka bekas khitannya menetes darah.
Rupanya, anak ini adalah pasien yang pertama saya khitan. Darah terlihat menetes dari arah jam 2. Penisnya juga membengkak.
“Kita lepas dulu jahitannya”, kata dr Freddy.
“Ya dok”, kata saya sambil menge-dap darah yang terus menetes.
Dan setelah jahitan dibuka, maka keluarlah sebuah gumpalan hitam.
“Wealah…hematom ndaa….”, batin saya.
Anestesi lidokain murni pun saya berikan secara infiltrasi dan upaya pembendungan darah pun dilakukan. Setelah tertangani, pasien saya persilakan pulang dengan diberi obat tambahan berupa kortikosteroid (tablet dexamethason).
***
Penggunaan lidokain cum adrenalin memang kontroversial. Pihak yang mendukung penggunaanya berargumen bahwa dengan memakai adrenalin maka waktu anestesi menjadi lebih lama (ini penting terutama bagi mereka yang tindakan operasinya lambat) dan perdarahan yang terjadi juga menjadi minimal (terutama pada penis berukuran besar dimana bleeding yang terjadi jumlahnya lebih banyak).
Pihak yang menentang bukannya tak memiliki argumen kuat. Karena anatomi penis yang end arteri, maka kemungkinan terjadinya iskemia pada penis menjadi lebih besar bila memakai adrenalin. Komplikasi pasca khitan, seperti perdarahan dan hematom, juga lebih sering terjadi.
Kejadian iskemia pada glan penis pasca khitan pernah dilaporkan dalam jurnal Asian J Androl edisi Juni 2004 oleh Yuan-Sheng Tzeng et al. Dalam case report tersebut dilaporkan terjadinya iskemia glan penis pada seorang pria berumur 33 tahun, 24 jam pasca khitan. Operator memakai teknik anestesi blok dengan lidokain murni sebanyak 7 ml. Dalam pembahasan dikatakan bahwa kemungkinan iskemia ini disebabkan oleh beberapa hal: bisa karena penekanan jaringan oleh agen anestesi atau hematom lokal di tempat itu, bisa juga karena vasospasme yang memanjang.
Kasus lain dilaporkan oleh Sara dan Lowry dalam jurnal Anaesth Intensive Care tahun 1985. Dalam jurnal itu disebutkan bahwa telah terjadi gangren pada kulit glan penis pada dua orang anak yang diberi anestesi berupa 0.5 % bupivacaine dengan teknik blok.
Dari pasien yang saya follow up, alhamdulillah kasus iskemia ini memang tidak terjadi. Tapi saya tetap tidak menganjurkan pemakaian lidokain cum adrenalin ini dalam pelaksanaan khitan sehari-hari, baik dengan teknik anestesi blok maupun infiltrasi. Pemakaian lidokain murni pun, dalam teknik anestesi blok juga sebaiknya dibatasi hingga 2 ml saja.
Akhir kata, pemakaian lidokain cum adrenalin dalam khitan ibarat makan daging babi. Selama masih ada makanan yang lain, daging babi itu haram hukumnya. Tetapi bilamana dalam kondisi darurat…apa boleh buat?
Keterangan Gambar :
[Kiri atas]. Iskemia glan penis pada seorang pria berumur 33 tahun, setelah mendapatkan anestesi dengan teknik blok dengan lidokain murni sebanyak 7 ml. Foto diambil 7 hari pasca khitan.
[Kanan atas]. Iskemia glan penis berkurang setelah diterapi dengan pentoxifylline dan hyperbaric oxygenation (2.5 atm) selama 5 hari.
[Bawah]. Follow up 3 hari pasca khitan di Puskesmas Terusan Tengah. Tampak hiperemis pada glan penis bekas perlekatan preputium.
Referensi:
Yuan-Sheng Tzeng et al. Ischemic glans penis after circumcision. Asian J Androl 2004 Jun; 6: 161-163.
Acara dimulai jam 08.00. Saya dan Radiah menduduki pole position dan memulai khitanan paling awal. Kali ini saya menggunakan teknik anestesi gabungan antara blok dan infiltrasi. Karena saya cuma memiliki persediaan lidokain murni beberapa ampul, sementara obat anestesi dropping dari Dinkes adalah lidokain cum adrenalin, maka saya mengombinasikan keduanya: 1,5-2 ml lidokain cum adrenalin untuk anestesi blok dan 1,5-2 ml lidokain murni untuk anestesi infiltrasi.
Saya memang cenderung menaruh perhatian yang cukup besar untuk masalah anestesi ini. Anestesi yang baik, berpengaruh besar bagi lancarnya tindakan operasi. Bila pasien nyaman, maka tindakan operasi dapat dikerjakan dengan tenang, hasil akhirnya juga memuaskan.
Khitan yang saya lakukan memang relatif lambat. Hingga jam 12.00 saya baru menyelesaikan enam orang anak, dan tepat setelah menyelesaikan khitan anak keenam, seorang anak datang diantar oleh pamannya karena luka bekas khitannya menetes darah.
Rupanya, anak ini adalah pasien yang pertama saya khitan. Darah terlihat menetes dari arah jam 2. Penisnya juga membengkak.
“Kita lepas dulu jahitannya”, kata dr Freddy.
“Ya dok”, kata saya sambil menge-dap darah yang terus menetes.
Dan setelah jahitan dibuka, maka keluarlah sebuah gumpalan hitam.
“Wealah…hematom ndaa….”, batin saya.
Anestesi lidokain murni pun saya berikan secara infiltrasi dan upaya pembendungan darah pun dilakukan. Setelah tertangani, pasien saya persilakan pulang dengan diberi obat tambahan berupa kortikosteroid (tablet dexamethason).
***
Penggunaan lidokain cum adrenalin memang kontroversial. Pihak yang mendukung penggunaanya berargumen bahwa dengan memakai adrenalin maka waktu anestesi menjadi lebih lama (ini penting terutama bagi mereka yang tindakan operasinya lambat) dan perdarahan yang terjadi juga menjadi minimal (terutama pada penis berukuran besar dimana bleeding yang terjadi jumlahnya lebih banyak).
Pihak yang menentang bukannya tak memiliki argumen kuat. Karena anatomi penis yang end arteri, maka kemungkinan terjadinya iskemia pada penis menjadi lebih besar bila memakai adrenalin. Komplikasi pasca khitan, seperti perdarahan dan hematom, juga lebih sering terjadi.
Kejadian iskemia pada glan penis pasca khitan pernah dilaporkan dalam jurnal Asian J Androl edisi Juni 2004 oleh Yuan-Sheng Tzeng et al. Dalam case report tersebut dilaporkan terjadinya iskemia glan penis pada seorang pria berumur 33 tahun, 24 jam pasca khitan. Operator memakai teknik anestesi blok dengan lidokain murni sebanyak 7 ml. Dalam pembahasan dikatakan bahwa kemungkinan iskemia ini disebabkan oleh beberapa hal: bisa karena penekanan jaringan oleh agen anestesi atau hematom lokal di tempat itu, bisa juga karena vasospasme yang memanjang.
Kasus lain dilaporkan oleh Sara dan Lowry dalam jurnal Anaesth Intensive Care tahun 1985. Dalam jurnal itu disebutkan bahwa telah terjadi gangren pada kulit glan penis pada dua orang anak yang diberi anestesi berupa 0.5 % bupivacaine dengan teknik blok.
Dari pasien yang saya follow up, alhamdulillah kasus iskemia ini memang tidak terjadi. Tapi saya tetap tidak menganjurkan pemakaian lidokain cum adrenalin ini dalam pelaksanaan khitan sehari-hari, baik dengan teknik anestesi blok maupun infiltrasi. Pemakaian lidokain murni pun, dalam teknik anestesi blok juga sebaiknya dibatasi hingga 2 ml saja.
Akhir kata, pemakaian lidokain cum adrenalin dalam khitan ibarat makan daging babi. Selama masih ada makanan yang lain, daging babi itu haram hukumnya. Tetapi bilamana dalam kondisi darurat…apa boleh buat?
[Kiri atas]. Iskemia glan penis pada seorang pria berumur 33 tahun, setelah mendapatkan anestesi dengan teknik blok dengan lidokain murni sebanyak 7 ml. Foto diambil 7 hari pasca khitan.
[Kanan atas]. Iskemia glan penis berkurang setelah diterapi dengan pentoxifylline dan hyperbaric oxygenation (2.5 atm) selama 5 hari.
[Bawah]. Follow up 3 hari pasca khitan di Puskesmas Terusan Tengah. Tampak hiperemis pada glan penis bekas perlekatan preputium.
Referensi:
Yuan-Sheng Tzeng et al. Ischemic glans penis after circumcision. Asian J Androl 2004 Jun; 6: 161-163.

Langganan:
Postingan (Atom)