Bekerja di UGD itu untung-untungan. Jika sepi pasien maka sang dokter bisa tiduran seenaknya, sambil chatting dengan teman-teman lama. Tapi jangan tanya bila sedang ramai-ramainya. Jangan tanya lagi bila sudah ramai, pasiennya menderita penyakit yang aneh-aneh. Belum lagi bila keluarga yang mengantar panik dan rewelnya minta ampun. Centang-perenang. Benar-benar ujian nan tak tertanggungkan bagi dokter. Aku berlindung kepada Tuhan dari hal-hal yang demikian.
Salah satu penyakit yang tidak kusukai adalah tetanus. Tidak suka menangani, apalagi mengalaminya. Amit-amit. Dan walaupun tidak kusukai, sekonyong-konyong ada saja pasien tetanus yang datang pada suatu saat. Tidak satu, tapi dua pasien sekaligus. Datang bersama empat pasien dengan penyakit lain dalam tempo yang hampir bersamaan. Ini tentu membutuhkan ketenangan yang luar biasa dari seorang dokter, supaya semua pasien dapat tertangani dengan baik. Walau sebenarnya aku ini bukan dokter tenang seperti yang dimaksud, tapi berpura-pura tenang bukanlah hal yang absurd bagiku.
Sudah lama juga aku tidak menangani kasus tetanus. Ilmunya juga lambat laun menguap, walaupun sedikit-sedikit masih ada yang menempel di otak. Kedua kasus tetanus yang kutangani waktu itu sedikit unik. Yang jelas pasien tidak kejang. Mulut masih bisa menganga. Keluhannya cuma perut yang keras seperti papan.
Masih terngiang di telinga, setiap curiga tetanus, guruku mengajarkan perlunya mencari port d’entrée, artinya mencari pintu masuk kuman. Yang paling banyak adalah adanya luka di kaki. Percaya tidak percaya, bila pasien yang terkena luka di kaki, kebersihan luka akan sangat sulit dipertahankan. Meski sorenya terkena cangkul, mendapat sepuluh jahitan pun, orang desa bisa saja mencangkul di sawah keesokan paginya.Inilah yang dinamakan tuntutan pekerjaan mengalahkan nasihat dokter. Menanam padi ada waktunya, dan menunda mencangkul berarti alamat panen juga bakalan tertunda.
Keuntungan bagiku, karena dua pasien tadi punya port d’entrée. Jadi bila ditanya konsulen kenapa diagnosis mengarah ke tetanus aku punya alasan. Pasien pertama mengalami luka tusuk pada bagian telapak kaki karena menginjak kayu sekitar satu bulan yang lalu, sedangkan pasien kedua mngalami luka robek akibat terpelindas traktor sekitar dua minggu yang lalu. Keuntungan juga bagi pasien, karena konon kabarnya, semakin lama jarak antara timbulnya luka dan timbulnya serangan maka semakin tinggi pula harapan sembuhnya. Port d’entrée sebenarnya tidak terbatas luka di kaki saja, gigi berlubang dan congek pun jadi.
Konsulen lalu kutelfon dengan intonasi yang kubuat setenang mungkin, sesistematis mungkin. Bila kupikir-pikir, dokter umum memang dilatih dua tahun koass melulu supaya bisa memberi laporan dengan betul. Walaupun, tetap ada saja kekurangan di sana-sini.
“Mulutnya bisa membuka berapa senti?”, kata suara di seberang sana.
Tak kuduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Yang jelas, tadi kulihat mulut pasien bisa membuka lebar sekali. Kumasukkan kedua jariku ke dalam mulut yang menganga. Kukira-kira jaraknya.
“Kira-kira lima senti dok”, jawabku dengan mantap.
“Ya udah kamu terapi dulu untuk pertolongan pertama, nanti saya tak ke sana”, kata konsulen.
Usut punya usut, setelah membaca buku tentu, seberapa lebar mulut menganga menjadi dasar untuk klasifikasi tetanus. Tetanus ringan bila mulut bisa menganga lebih dari 3 cm dan tidak disertai kejang umum walau pun dirangsang. Tetanus sedang bila mulut bisa menganga kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang. Serta tetanus berat bila mulut hanya bisa menganga kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.
Terapi tetanus, yang diberikan konsulen, seingatku ada tiga poin: anti kejang, anti tetanus dan antibiotik. Selain itu juga diadakan perawatan luka dengan betadin dan H2O2.
Anti kejang. Pilihan jatuh pada diazepam. Pemberiannya lewat dua cara, drip dan bolus. Drip diberikan dengan cara melarutkan dua ampul diazepam dalam larutan D5%. Bila masih saja timbul kejang, bisa diberikan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kgBB/kali intra vena perlahan-lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali, dan diulangi setiap kali kejang. Sediaan diazepam berupa ampul 10 mg/2ml maupun tube rektal 5 mg/2,5 ml dan 10 mg/2,5 ml.
Anti tetanus. Diberikan TAT (Tetanus Anti Toxin) sebanyak 100.000 U, dimana 50.000 U diberikan intra muskular sedangkan 50.000 U diberikan intra vena. Pemberian lewat intra vena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100-200 cc D5% dan diberikan selama 1-2 jam. TAT ini bermanfaat untuk menetralisir toksin yang beredar di dalam darah. Jangan lupa dilakukan skin test terlebih dahulu. Ini dilakukan karena anti toksin berasal dari serum kuda, sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
Antibiotik. Diberikan metronidazole 500 mg/8 jam dengan skin test sebelumnya. Tujuannya tentu saja untuk membasmi Clostridium tetani, yang mana termasuk dalam kuman gram positif dan bersifat anaerob. Center lain memberikan penisilin prokain dengan dosis 50.000 U/kgBB/hari intra muskular selama 10 hari. Dosis optimal 600.000 U/hari.
9 komentar:
No 1 gaya dulu ya, dok..
thanks bgt bisa ngerefresh ilmu terus disini dok
dari pengunjung setia hehhe
Syukurlah, mulut saya masih bisa nganga lebar sekali, selebar kuda nil, haha!
Iya yaa kalau di UGD, terus ada kejadian luar biasa (misalnya laka lantas dengan korban cukup banyak) pasti dokternya harus ekstra ... Temen saya pas terjadi gempa di jogja bener2 kerja keras, dibutuhkan ketenangan dan penanganan sesuai prioritas. Mau pipis saja dia sengaja ke masjid sebelah sambil sedikit istirahat, karena bener2 nggak sempat
Wah.. Jadi ingat kala ptt thn kemaren di rsud. Sy pernah ampir "mbentak" ama keluarga pasien gara2 mereka bentak2 minta sy u/visum keluarganya yg DoA krn KLL, dlm kondisi masih bnyk pasien baru yg masih hidup tentunya yg blm kuperiksa. Syukurnya ada polisi yg menenangkan. Mana waktu itu ampir isya pdhal blm magrib.
Btw, salam kenal..
jadi dokter memang berat yah kudu sabar dan tenang, manakala pasien dan keluarganya pada panik semua.
Mudah2an aku sekeluarga nggak kena penyakit ini Dok, kasian aku yang hobby-ne ngakak bareng :D
Dokter memang kudhu ndhuwe kesabaran extra ben luwih teliti dan konsentrasi menangani pasien. Artikelmu iki pantas dipelajari dan dimengerti, maturnuwun lho Dok :D
wah, pengalamannya mantap mas..
di daerah emg aneh2 ya kasusnya?
waahh baru saja saya dapet pasien susp tetanus...konsulen memberi terapi cefotaxime, metronidazole, ondansentron, ranitidin, diazepam dalam dex 5% dan ATS.
sekedar shearing ni..
thanks ilmunya dok
Posting Komentar