Quote




Be thankful for what you have; you'll end up having more. If you concentrate on what you don't have, you will never, ever have enough.

~ Oprah Winfrey

Minggu, 17 Agustus 2008

“Ngaku Merdeka Kok Bodoh” *


Saat saya sedang menunggu kapal fery di pelabuhan menuju ke Terusan Tengah, sebuah desa terpencil di Kalimantan Tengah tempat saya bertugas sebagai dokter PTT, saya berbincang-bincang dengan seorang lelaki setengah baya yang baru saja pulang dari Banjar Baru, Kalimantan Selatan bersama anak perempuannya. Lelaki tersebut sedang mencarikan sekolah untuk anaknya yang tahun ini baru saja lulus SMA.

“Wah, sekolah sekarang mahal dok!”, bapak tadi membuka pembicaraan.

“Lho…mahal gimana Pak?”, tanya saya sambil menghisap rokok Wismilak.

“Coba lihat ini dok…masak mau kuliah D3 saja mesti keluar duit sampai 10 juta per tahun!’, kata bapak tadi sambil menyodorkan rincian biaya dari sebuah akademi keperawatan di Banjar Baru. Saya mengamat-amati rincian biaya tadi. Di situ memang tertulis nominal 10 juta-an per tahun untuk D3 Keperawatan dan bahkan untuk D3 Farmasi mencapai 14 juta-an per tahunnya.

Padahal, saat saya masih kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, uang SPP per semesternya cuma 482.500 rupiah. Sampai-sampai Rektor kami waktu itu menyebut universitas yang dipimpinnya sebagai universitas paling murah sedunia. Dan kenyetaannya, menurut saya, memang demikian.

Bagi pegawai di kota, jumlah 10 juta mungkin bukan masalah besar. Tapi bagi petani kecil-kecilan seperti bapak tadi, untuk mendapatkan uang sebesar itu seperti halnya berenang dengan gaya kupu-kupu mengarungi Selat Sunda. Bisa sih, tapi berat.

Dari rona mukanya, terlihat jelas bahwa bapak tadi berkecil hati tentang masa depan pendidikan anaknya. Terus terang, saya tidak tega melihat wajah anaknya. Anak yang mungkin memiliki tekad yang luar biasa untuk melanjutkan sekolah itu kini nasib pendidikannya di ujung tanduk dan tinggal sedikit lagi terjerembab ke jurang yang dihuni oleh teman-teman seusianya yang sekarang sedang menjadi buruh tani, dan bahkan sudah ada yang beranak pinak. Sungguh miris.

Petani di Terusan tengah panen hanya sekali dalam setahun. Katakanlah hasilnya bisa untuk mencukupi kebutuhan makan satu keluarga selama setahun penuh. Berarti harus mencari penghasilan tambahan untuk keperluan selain makan. Uang tambahan bisa didapat dengan dua jalan: memancing ikan atau merantau saat jeda menunggu panen tiba. Saya pernah berjumpa dengan orang yang per harinya bisa menangkap ikan sebanyak 4-5 kg dan bila dijual harganya mencapai 28.000-40.000 rupiah. “Tapi tergantung musim jua pang…kalau pas paceklik ikan penghasilan bisa turun”, tutur orang tersebut.

Uang tambahan bisa juga dicari dengan merantau, misalnya menjadi tenaga buruh bangunan dengan upah harian 50.000 rupiah atau menjadi buruh tambang di perusahaan-perusahaan asing. Intinya, mencari uang 10 juta dimungkinkan, asalkan mendapatkan ikan per harinya 5 kg atau menjadi buruh bangunan selama setahun penuh dan tentu saja, jatah merokok dikurangi. Pelajaran moral yang bisa ditarik dari situasi ini: bila ingin menyekolahkan anak hingga sarjana, jangan jadi petani di Terusan Tengah**.

Mamad, Karjo, Icik dan Gendrik adalah pemuda harapan bangsa dari Terusan Tengah. Mereka adalah para tamatan SMP. Icik bahkan tidak tamat SD. Ijazah pendidikan mereka tentu tidak laku untuk melamar kerja di perkantoran. Tahukah Kawan, mereka memiliki siklus kerja yang itu-itu saja tiap tahunnya: menanam padi, kemudian merantau, kemudian panen, kemudian menanam padi lagi, begitu seterusnya. Mereka merantau ke luar kota untuk menambah penghasilan. Ambil contoh Gendrik. Sepulang dari merantau dirinya mencari-cari saya, tujuannya hanya satu: memamerkan handphone barunya. Handphone buatan Finlandia itu memiliki dering polifonik dan didalamnya sudah diisikannya dengan video mesum yang diperankan oleh pelajar SMA.

Indonesia memang telah merdeka dari kolonial Belanda sejak 63 tahun yang lalu, tapi banyak dari saudara-saudara kita yang masih terbelenggu oleh kebodohan. Situasi ekonomi yang sulit menjadi penyebab mengapa para pemuda harapan bangsa yang seharusnya bisa bersekolah ke pendidikan yang lebih tinggi harus membanting tulang untuk menyambung hidup mereka. Bahkan, di antara mereka ada yang menjadi kuli di perusahaan-perusahaan asing yang dimandori oleh tuan-tuan dari Amerika dan Australia. Mereka menjadi kuli, di tanah air mereka sendiri.

* Artikel ini mendapat penghargaan dari Bang Andi sebagai Juara 2 Lomba Menulis Blogger dalam rangka HUT RI ke 63.
** Pelajaran moral ke-tujuh.

17 komentar:

bonoriau mengatakan...

Makasih mampir di bonoriau. "Tidak beriman manusia selagi belum di uji iman nya dengan musibah"

Ngatini mengatakan...

selamat ya buat tulisannya...bagi2 donk hadiahnya..

MBAH IM mengatakan...

Itulah bangsa kita. Belum "MERDEKA" yang sesungguhnya....

FoT mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
FoT mengatakan...

Tulisan yang memang layak dapat award... Ada satu saja yang mengganggu saya, yaitu: “Lho…mahal gimana Pak?”, tanya saya sambil menghisap rokok Wismilak
Hehehe. Dokter kok merokok? Mertua saya dokter, dan dulu jadi sahabat saya merokok juga. But we were quit. He passed away, and I learn to stop it.
So, dokter... mari kita merdekakan hidup kita dari rokok.
Setuju? Setujulah ya... Hehehe.

Anonim mengatakan...

Ya itulah Indonesia, kita tu aslinya emang belom spenuhnya merdeka kok...kita masih blom merdeka dari kemiskinan, kebodohan, penjajahan cara halus oleh para koruptor, dan perampokan SDA Indonesia oleh pihak2 asing...jadi bagaimana? apa saya tak maju ke pilpres 2009 aja ya? sampeyan mau gak jadi tim sukses saya?hahahahaha

Indah mengatakan...

Wah tulisannya bgus....selamat ya...tapi kritik neh..dokter kok ngerokok seh..he..he...hidup sehat geto looo...peaceee

Dony Alfan mengatakan...

Terus terang saya salut dengan tulisan ini, dan memang pantas jadi juara. Kita sudah merdeka, sekaligus juga terjajah.
Kirain KU UNS itu cuman paling murah se-Indonesia, ternyata malah sak dunia tho, hidup UNS!!!
PS: Dapet hadiah duit nih, ayuh makan2!

Judith mengatakan...

Selamat ya Ndri, selamat ...pancen apik dan bermanfaat kok tulisanmu iki. Lha ..gini kan nggenah toh nggo pelajaran moral.

Oh ..Indonesia kiy jebule belum Merdeka tenanan to? .. Melas ya.

The Diary mengatakan...

wah... selamat ya Ndri menang di lombanya bang Andi...

Anonim mengatakan...

"Merdeka itu Cerdas" kata JBF 2008.
Bangsa yang cerdas adalah yang bermartabat...
tapi benarkah kita sudah merdeka?
sementara pembodohan semakin merajalela dan semakin mengelandang orang2 yang dipaksa miskin???



"muslim family life long learning program"

Unknown mengatakan...

wah selamat ya pak dokter... tulisannya emang kereennn mengharukan. kl pak dokter sekolah 400 rb lbh saya sekolah masih 180 rb hihihi murah tooo mahalan byr kos daripada sekolah

Gun mengatakan...

Memang bagus tulisannya Pak Dokter...
mengandungnilai moral yang tinggi..

pantesan menang..selamat yah pak,
selama ini malah belom kenal, karena lihat di t4 Bang Andi jadi pengen kesini..

Anonim mengatakan...

wahh,, ternyata sekolah mahal nyampe ke kalimantan,, kirain di jawa doang,,

wahh,, tapi salut ma Bapak petani... di tengah susah makan masih mikirin pendidikan,, sampe kuliah lagi,,salutt...

wahh,, selamat ya pak dokter,, juara 2.. tapi emang postingnya keren... membuka realita (lahh,, bahasanya) :D

Lisa mengatakan...

prihatin sekali baca ceritanya Dri. Idealnya pendidikan di indonesia hrs gratis tis!

Lisa mengatakan...

kalo saya dulu 200rb per semester di UI. btw saya juga skg jadi kuli di negara org he he he. kan ngga semua org bisa jadi dokter pak... ada jg yg kerja kantoran.

Andri Journal mengatakan...

@ Bonoriau:
Sama-sama mas bono.

@ Ngatini:
Hadiahnya cuma 400 ribu ngat...buat bayar tiket pesawat ke jawa aja masih kurang nih...

@ Mbah Im:
Itulah Indonesia...

@ Father Of Three:
Setuju dan akan saya usahakan untuk mengurangi jatah rokok.Terima kasih atas sarannya ya pak...

@ Tukang Nggunem:
Yen sampeyan iso dadi presiden Indonesia, aku mestine yo iso dadi sekjen PBB kang. ;P

@ mbak Indah:
Selamat juga ya mbak...Makasih atas info lombanya ya... :D

@ mas Dony:
Hiduuuupppp...Tak tukokne Djarum Super sak pak wae yo mas...Ning jupuken dhewe nang Kalimantan...hahaha...

@ mbak Judith:
Siapa dulu mbaknya... ;)

@ Lyla:
Makasih Lyl...

@ Imron:
Istilahnya, bodoh pangkal miskin...hemat pangkal pelit...hehe...

@ Rumah Lina:
Lha dulu saya kosnya pas pertama kali masuk kuliah 'cuma' 35 ribu per bulan mbak...hayo, murah mana sama biaya kos mbak?

@ Jovie:
Makasih atas kunjungannya ya jov...

@ Ririn:
Makasih rin...Tulisanku biasa aja kuq...Km mesti bisa bikin yang lebih bagus.

@ mbak Lisa:
Betul, kalo perlu ampe perguruan tinggi mbak...Doakan saja semoga saya bisa dapet beasiswa ke paris mbak...hehe...

Recent Comments