Quote




Be thankful for what you have; you'll end up having more. If you concentrate on what you don't have, you will never, ever have enough.

~ Oprah Winfrey

Jumat, 03 April 2009

Resiko Pekerjaan

"Choose a job you love, and you will never have to work a day in your life."
~ Confucius quote



Di suatu malam, saya berbincang-bincang dengan seorang pemuda yang adalah penduduk aseli kelahiran Terusan Tengah.

“Rul, lebih enak jadi operator himex* ya daripada dokter?”, kata saya.

“Ah, gak juga. Menurutku malah enakan jadi dokter pang**”, kata Arul.

“Enak gimana?Jadi dokter itu tanggung jawabnya besar lho Rul...Kalau salah ngasih obat terus ada apa-apa dengan pasien kan yang disalahkan dokter”, kata saya.

“Operator himex tanggung jawabnya juga besar lho pang...Satu himex itu harganya sekitar 1,3 milyar. Kalau ada spare part-nya yang hilang, dicuri orang misalnya, yang tanggung jawab kan operatornya”, kata Arul tak mau kalah.

Dan kami pun berdebat panjang lebar mengenai resiko pekerjaan kami masing-masing. Saya menganggap bahwa pekerjaan Arul sebagai operator himex lebih nyaman daripada pekerjaan saya sekarang, sebagai dokter. Begitu sebaliknya.

“Setiap pekerjaan ada resikonya”, demikian yang ayah katakan pada suatu saat. Bahkan menurut saya pribadi, untuk mendapatkan uang yang lebih banyak kita harus bekerja dengan resiko yang lebih besar pula. Ambil contoh, pendapatan seorang dokter spesialis bedah tentu jauh lebih besar dibanding pendapatan seorang dokter umum. Ini dikarenakan resiko yang harus ditanggung dari tindakan seorang dokter spesialis bedah lebih besar.

Percakapan di atas terjadi saat saya sedang merawat dua pasien kritis. Seorang pasien adalah wanita berusia sekitar 80 tahun yang mengidap gagal jantung (orang awam sering menyebutnya ‘lemah jantung’). Pasien ini sudah tiga hari tidak mau makan. Badannya lemah, sesak nafas dan merintih kesakitan karena nyeri pada pinggang bawahnya. Dari auskultasi jantung, saya tahu bahwa ada yang tidak beres dengan jantungnya. Detak jantungnya tak beraturan dan frekuensinya di atas normal (istilah medisnya takikardi).

Sesuai dengan prosedur kedokteran yang baku, bila memungkinkan, pasien seperti ini seharusnya dirawat di fasilitas kesehatan dengan peralatan dan obat-obatan yang lebih baik, dalam hal ini adalah RS Kapuas. Tetapi Kawan tentu sudah mahfum, bahwa orang Terusan Tengah sangat keberatan bila sampai dirujuk ke rumah sakit. FYI, jarak tempuh Terusan Tengah-Kapuas adalah satu jam perjalanan bila menggunakan speed boat. Biaya sewa speed boat untuk sekali jalan bisa mencapai 1 juta. Untuk orang Terusan Tengah, uang sebesar itu terlalu besar untuk ongkos berobat. Untuk itu setiap dokter yang bertugas di Terusan Tengah hampir pasti mengalami sebuah dilema: seharusnya merujuk pasien tetapi keluarga bersikeras menginginkan pasien dirawat di Puskesmas, walau dengan obat-obatan seadanya!

Pasien yang lain adalah seorang kakek berusia sekitar 70 tahun. Pasien ini lebih gawat lagi. Kondisinya tidak sadarkan diri (istilah medisnya koma dengan GCS 3). Terdengar suara ‘ngorok’ dari mulut yang menandakan banyaknya lendir di jalan nafasnya. Idealnya, pasien seperti ini dirujuk ke rumah sakit untuk dipasangi guedel, di-suction dan diberikan oksigen. Itu idealnya, seperti yang diajarkan guru-guru saya di Jawa dulu. Tapi ini Terusan Tengah bung! Listrik saja cuma ada di malam hari, bagaimana mau suction?!?

Diberi penjelasan hingga berbusa-busa pun keluarga pasien tetap keukeuh dengan pendiriannya: tidak bersedia dirujuk dengan alasan biaya.

“Tapi pasien ini terdaftar sebagai pasien Jamkesmas (Jaminan Kesehatan masyarakat) lho pak…Pengobatannya gratis!”, kata saya.

“Saya tahu pak…tapi tetap saja nanti kami harus keluar uang yang tidak sedikit. Kami dulu pernah juga memakai Jamkesmas ini saat mondok di rumah sakit, tapi kami tetap lah membayar. Tidak semua obat masuk dalam Jamkesmas ini dok, dan itu berarti kami harus menebus obat di apotek. Tolonglah kami dok…rawatlah bapak kami di rumah. Kami orang yang tidak mampu”, kata salah seorang keluarga pasien.

Tekanan darah pasien yang semakin turun membuat saya tidak punya pilihan lain. Pasien kemudian saya pasang infus dan saya gerojog dengan RL. Setelah kondisi pasien relatif stabil, saya pun berpesan kepada keluarga pasien tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan infus. Saya pulang.

Jam 12 malam ada telefon dari keluarga pasien. Setelah sampai di rumah pasien, ternyata pasien itu sudah meninggal. Innalillahi wa inna ilaihi roojiuun.

....


Ada saatnya ketika seorang dokter tidak bisa melakukan tindakan medis seideal yang diajarkan di almamaternya, karena penolakan dari pihak keluarga pasien. Ada saatnya seorang dokter harus mengambil resiko tertentu dalam menangani pasien kritis. Dan ada saatnya seorang dokter harus kehilangan waktu untuk sekedar sms-an dengan pacarnya karena pasien yang berdatangan tanpa henti.

Setiap pekerjaan itu ada resikonya.Titik.

* Himex adalah alat berat semacam traktor yang berfungsi untuk mengeruk lumpur.
** Pang adalah akhiran yang biasa digunakan oleh orang Banjar di akhir kalimat. Semacam kata ‘bang’ dalam bahasa Betawi, atau ‘mas’ dalam bahasa Jawa.

19 komentar:

Unknown mengatakan...

Hidup saya sudah dicuri semenjak saya jadi mahasiswa kedokteran. Nggak gaul sama fakultas lain. Nggak bisa belajar hobi. Nggak ikut acara keluarga. Bolak-balik kena flu. Harus irit buat mikirin biaya sekolah. Putus sama pacar. Semua demi karier.

Ya sudahlah. Kan sudah milih. Sekarang mau senang apa susah, tergantung kita ngelakoninnya aja gimana.

Andri Journal mengatakan...

Siapa tahu ntar suamimu dokter PTT di situ jg Vic. :p

donlenon mengatakan...

wah, jadi inget scene waktu uncle Ben terkapar dengan bertelekan lengan Peter dan berkata, "With great power, comes great responsibility..."

Dyah mengatakan...

Sawang si nawang ....
kalau aku melihat profesi dokter enak. Dokter kan sudah memilih nikmati .... enjoi .... happy biar tidak lekas tua, and biar bisa negblog

Andri Journal mengatakan...

@ Donlenon:
Selain Naruto ternyata suka Superman jg to. ;)

@ mbak Dyah:
Biar tidak lekas tua,cari pacar yg lebih muda..hehe..

Anonim mengatakan...

klo kata pepatah ikut kemana angin bertiup, ikut kemana air mengalir :) tapi tu ya ada kata pepatah rumput tetangga keliatan lebih hijau, istri tetangga keliatan lebih cantik hehehe

Judith mengatakan...

Foto calone adiku lagi lelepon he hee :D

Semua pekerjaan pancen ada resikonya lah Ndri, nggak perlu membanding2kan. Kadang pancen gitu sih.. dirumah dah makan ikan kakap, masih mau ikan teri diluar ..*haiyah, ngomong opo aku kiy*

Tunggu Ndri aku takon yow.. janjane kowe kiy neng ngendhi toh? Kalimantan opo Oslo? maturnuwun :D

Dony Alfan mengatakan...

Haha, tanggung jawabku kecil sekali, duitnya juga kecil :P
PS: Turut prihatin dengan Vicky *ngajak salaman* :D

Andri Journal mengatakan...

@ dr Tantur:
Manusia memang gak ada puasnya. :)

@ mbak Judith:
Aku wis nang Jowo mbak.Sampeyan kok reti aku wis ora neng Kalimantan?

@ mas Dony:
Vicky cantik lho mas..dokter pula..hehe..

Unknown mengatakan...

Saya percaya bahwa setiap profesi punya kelebihan dan punya resiko, kadang orang saling sawang sinawang, kuncinya saya kira di hati kita, mensyukuri karunia Alloh swt, selalu berbuat baik buat orang lain maka kerkah akan datang pada diri kita dan keluarga kita

ngomong2 foto yang dipajang yang di atas punya siapa ya...
kalau foto yang lagi nelpon itu siapa yaa....?

Admin mengatakan...

Mmm... kalau masalah resiko pekerjaan, arsitek juga punya resiko lumayan gede. Kalau bangunan yang dihuni ga enak pengaruhnya kan luar biasa, bisa ditinggal tuh bangunan. Apalagi kalau banguanannya ambruk, kena tuntut deh arsitek+org sipilnya. he..

Tukeran link ya, saya Roby yang pernah ketemu dokter di aruhblogger. http://architecturoby.blogspot.com

Salam kenal.

Jeng Sri mengatakan...

itu sudah ijin ke korban jepretannya belum waktu mau pasang potonya??? :D

semua pekerjaan punya resiko masing-masing...bentul???orang nganggur aja punya resiko apalagi jadi dokter... *sigh

Andri Journal mengatakan...

@ Pak Big Sugeng:
Namanya Jeng Sri.Gimana pak,cantik kan?Apalagi kalo gak keliatan wajahnya. :D

@ Roby:
Resiko arsitek yg lain yaitu dijodohkan ama anaknya pemborong..hahaha..Ok Roby,nanti kupasang linkmu kalo pas ke warnet. :)

@ Jeng Sri:
Suami nganggur..paling2 gak dikasih 'jatah' ama istri..hihi..

joe mengatakan...

sepertinya semua pekerjaan masing-masing punya konsekuensi sendiri-sendiri deh ...

Judith mengatakan...

Anu Ndri.. yen ono seng mlebu neng Bibliothek-ku soko bloggerpertapa, kiy selalu ono symbol bendera negara Oslo, lha tak kiro kuwi sampeyan. Oslo tenan lho Ndri, dhudu Solo :D

ealah..

Andri Journal mengatakan...

@ Joe:
Yup,semua pekerjaan.Termasuk blogger. :)

@ mbak Judith:
Ooo kuwi to..Ngene mbak..Yen aku mampir blogmu nganggo opera mini handphone mesti ketoke soko oslo sanajan aku lg nang solo.Aku ra patio mudheng bab IT,tp mungkin wae servere opera mini kuwi nang solo,eh salah nang oslo-norway kono.Dadine sing metu tulisan oslo+gambar bendera Norway. :)

iptah mengatakan...

oh ya ..
ipta minta artikel loe ya.
nggak pa2 kan.. sebelumnya tangks ya.
kalau ada lagi kirim ke e-mail : si_iptahudin@yahoo.co.id
tanks ya..........
buka
blog iptah donk
ayuk gabung sama ipta
di iptah. blogspot.com

afie mengatakan...

resiko pekerjaan ya?
Kita memang bebas memilih bambu, tapi tidak dapat bebas memilih ujung bambunya...

yenni 'yendoel' mengatakan...

memang begitulah menjadi seorang dokter. apalagi kalo bukan yg buka praktek di rumah.
selamat menjalankan tugas mulya yah Ndri! (*mimpi saya*)
memang begitulah, kadang dokter memang gak bisa berbuat apa2, karena keluarga pasien kesulitan masalah ekonomi. kalo punya duit bermilyar2 rasanya mau deh seluruh ongkos ditanggungi. =)

Recent Comments