Quote




Be thankful for what you have; you'll end up having more. If you concentrate on what you don't have, you will never, ever have enough.

~ Oprah Winfrey

Rabu, 01 September 2010

Sahur bersama Gudeg Ceker Margoyudan

Di Terminal Bus Tirtonadi, waktu menunjukkan jam 2 pagi, istriku baru saja turun dari bus yang mengantarnya dari Surabaya. Sudah kucegah sebenarnya, supaya jangan pergi malam-malam. Apa daya, istri nekat saja. Karena bulan puasa, dan kebetulan istri sedang tidak berhalangan, maka kami berinisiatif membeli nasi untuk sahur.

Warung yang masih buka saat itu, yang kutahu, salah satunya adalah Gudeg Ceker Margoyudan. Lokasinya dari Terminal Bus Tirtonadi tak terlalu jauh, tepatnya di Jalan Wolter Monginsidi, atau kalau dari Stasiun Balapan sekitar 1 km menuju ke arah Panggung, di kiri jalan. Konon kabarnya, warung ini tiap harinya buka jam 01.30, pun di luar bulan puasa.

Dari kejauhan sudah tampak ramainya. Dalam warung yang dilingkupi terpal itu nampak seorang ibu tua dikerumuni oleh beberapa pembeli yang nampak tidak sabaran. Ada yang minta dibungkus, tapi banyak juga yang langsung makan di tempat. Ibu tua itu, adalah sang peramu gudeg, yang kalau tidak salah bernama Bu Kasno. Tangannya dengan lincah mengambil gudeg dan mencomot ceker sesuka hati. Wajahnya acuh saja, tak peduli dengan pelanggannya yang minta dilayani lebih dulu. Ceker-ceker itu diambil langsung dengan tangan kosong, tanpa alat bantu. Barangkali sentuhan dari Bu Kasno itulah, selain dari takaran gudeg dan nasi yang terukur tentu saja, yang menjadikan gudeg ini nikmat tak terperi.

Aku sendiri memesan empat bungkus, dua untukku dan dua lagi untuk istriku. Sebungkus rasanya belum cukup untuk mengganjal perut rakus ini. Dilihat dari cara Bu Kasno melayani pembeli, tampaknya ia mempunyai seorang ‘tangan kanan’, yang berada di sebelah kirinya. Belakangan aku tahu namanya Aris. Tugas Aris adalah menjadi jubir sekaligus kasir. Jadi, bila ingin cepat dilayani, dekatilah Aris ini.

Gudeg Ceker ini beda dengan gudeg yang kutemui di Malioboro Jogja. Kalau Gudeg Jogja, lauknya irisan telur rebus dan suwiran daging ayam saja, tanpa cakar ayam. Cakar ayam olahan Bu Kasno ini sangat lunak, sehingga tinggal menyesap saja sudah terpisah antara kulit dan tulangnya. Di sinilah sensasi yang dicari pembeli hingga rela mengantri. Belum lagi bila ditambah dengan nikmatnya gudeg. Hanamasa rasanya tinggal kenangan.

3 komentar:

aphied mengatakan...

kalimat terakhir dok,
hanamasa tinggal kenangan. hahaha
gudeg is the best laaahh.
:D

ijal mengatakan...

wah, udah married ya mas? selamat! :-D
lama ni ga mampir tyt udah jd suami sakinah, udah jd bpk blm??

FelinoPhobia mengatakan...

lama2 bosen juga mas...tiap sahur makan disana...kapan2 cari tempat lain ya kalo aq pas berkunjung di solo... xixixix....

Recent Comments