Sebelumnya saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Roby, seorang blogger asal Kalimantan Selatan, yang telah memberi saya award.
Sesuai kebiasaan yang ada di Andri Journal, bahwa award yang diterima tidak pernah diteruskan ke blogger lain, tetapi akan disimpan dengan sepenuh hati di ‘almari’ bersama award yang lain. Sekali lagi, terima kasih ya Rob..Semoga kita kawa tarus bakawan.
Lanjuuuuttt…
Baik, kali ini saya akan bercerita tentang kisah perjalanan saya ke Candi Borobudur beberapa hari yang lalu. Saya terakhir kali ke Candi Borobudur pada saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu saya pikir candi ini memang benar-benar candi raksasa. Untuk mendaki sampai ke puncaknya saja sampai napas tersengal-sengal. Tapi saat saya jalan-jalan ke sana kemarin kok rasanya candi ini tak semegah dulu ya? Apa karena badan saya yang bertambah bongsor. Jadinya tangga ke atas yang dulunya didaki dengan susah payah itu sekarang bisa didaki dengan santainya? Bagaimana menurut Anda?
Anyway, pesona Candi Borobudur memang tak lekang oleh jaman. Yang bikin terkagum-kagum itu reliefnya yang amat sangat menakjubkan. Batu-batu yang dipahat dan ditumpuk sedemikian rupa itu seolah membentuk sebuah cerita yang kaya makna. Kata pemandu, relief itu mengabarkan tentang kelahiran Buddha. Mulai dari kisah sepasang suami istri yang lama tak dikaruniai anak, lantas istri itu hamil dan melahirkan anak yang kelak menjadi Buddha.
Candi Borobudur terdiri atas 10 tingkat, dimana 4 tingkat teratas dipenuhi oleh stupa. Konon, orang yang berhasil memegang patung yang ada di dalam stupa maka cita-citanya terkabul. Adalagi yang bilang kalau yang harus dipegang itu pusarnya. Ada-ada saja. Mungkin saja mitos ini dikisahkan oleh orang-orang yang tangannya panjang. Kalau saja mitos itu benar, kan kasihan sekali orang-orang bertangan pendek, cita-citanya tidak akan tercapai.
Sampai di puncak hanya ada satu stupa tapi besar. Di situ banyak sekali turis yang mengambil gambar dengan latar belakang stupa, baik turis lokal maupun turis asing. Ada juga anak-anak sekolah yang mengajak kenalan sama bule-bule. Saya sendiri merasa bahwa ada yang kurang kalau tidak foto bareng bule.
“Hello sir, I want to take a photograph with you”
“All right… All right…”
Kami pun berfoto.
“Where are you coming from sir?”
“Switzerland. Where is your friend?”
Saya menjawab bahwa saya datang bersama pacar dan anak pungut kami..hehe.. Si bule pun mengajak foto bareng. Kebetulan ada turis Jepang lewat, dan si bule pun meminta tolong dia untuk memotret kami berempat.
“Are you alone sir?”, tanya saya.
“No, I’m with my daughter”, katanya sambil menunjuk kedua anaknya yang saat itu baru ‘diwawancarai’ oleh gerombolan anak-anak berseragam sekolah.
Kami pun berpisah.
“Eh, itu tadi berarti tetangganya mbak Judith ya mas?”, tanya pacar.
“Oh iya..sampai lupa nanya. Siapa tahu kenal ya..Eh, jangan-jangan dia juga punya blog?!”
Di pintu keluar candi terdapat juga dua buah museum yaitu museum Karmawibangga dan museum kapal. Di museum Karmawibangga terdapat kumpulan rekor-rekor MURI. Pengunjungnya tidak begitu ramai karena jalan ke museum paralel dengan jalan keluar. Kebanyakan turis lebih memilih langsung keluar daripada mampir ke museum, mungkin karena sudah kelelahan.
Pesan saya bagi yang ingin jalan-jalan ke Candi Borobudur: pertama, bila ingin naik ke Candi Borobudur sarapan dulu, supaya kuat mendaki. Makan selama pendakian tidak diperbolehkan karena menjelang pintu masuk tas pengunjung digeledah. Segala macam makanan dan minuman tidak boleh dibawa saat naik ke atas candi. Kedua, jangan lupa juga bawa topi atau payung, karena di atas candi panasnya minta ampun, apalagi kalau sudah lewat jam 10 pagi.
OK, selamat jalan-jalan!
8 komentar:
anak pungut??? hmmm...
lebibule sama kamu kok lebih tinggi kamu ya mas...hehehe
wah sudah liburan yaa pulangnya ke mana to mas andri? kok nggak mampir ke rumahku yaa.....
@ Anonim:
Mungkin lebih tepatnya adik pungut kali ya? :p
@ Big Sugeng:
Kampung halaman saya di Wonogiri pak.Lha saya ndak tahu rumah sampeyan dimana.. :D
digeledah di pintu masuk ? tapi bagus juga utk kebersihan candi.
wah mas andri ga berani foto bareng miss ato madam ni hehehe
Aku wes tobat tekan Candi Borobudur, resepsionistnya kurang ramah, dah gitu pake nanya2 paspor.. kalo bukan WNI harga tiketnya lebih muahal, malah kadang disuruh mbayar pake dollar, kok makin bertele tele, bojoku nganti abang mbranang raine nahan panas, anak2ku juga wes ora sabar nunggu..*wadhulan sithik yo Ndri :)*
@ mbak Lisa:
Betul mbak.Kemarin itu aku ke sana candinya lumayan bersih.Gak bisa bayangin kalo orang seenaknya buang kulit kacang di sana.
@ dr Tantur:
Minder mas.Bulenya cakep2. :p
@ mbak Judith:
Birokrasi Indonesia cen rodo mbulet mbak.Tp mugo2 yo ora kapok dolan mrene meneh.Kapan dolan nyang solo?Eh mbak,bakso kalilarangan ki opo sing cedhak danarhadi kae to?
jadi kangen ke borobudur lagi
Posting Komentar